Trending
Loading...
  • New Movies
  • Recent Games
  • Tech Review

Tab 1 Top Area

Tech News

Game Reviews

Recent Post

Sunday, 21 September 2014
Mereka yang Tersungkur karena Al Qur'an

Mereka yang Tersungkur karena Al Qur'an

Kisah ini menceritakan seorang hamba Allah yang sangat peka terhadap firman Tuhannya. Pemahamannya terhadap Al Qur'an dan rasa takutnya terhadap Sang Pencipta menyebabkan hatinya sangat luluh terhadap Al Qur'an. Dia bisa jatuh tersungkur, menangis tersedu-sedu, pingsan, bahkan hingga meninggal karena mendengar lantunan Al Qur'an. Bukan dibuat-buat, tapi betul-betul buah dari ketakwaannya.


Barangkali merekalah orang yang dimaksud dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ
“Akan masuk surga sekelompok orang, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Ahmad 8382 & Muslim 2840)
Mereka orang yang hatinya sangat lunak, dipenuhi dengan ketakutan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana burung. Binatang yang sangat peka dan mudah kaget.
Diantara hamba Allah yang bisa mencapai derajat semacam ini adalah Ali bin Fudhail bin Iyadh rahimahullah. Beliau digelari qatiilul qur’an (orang yang ‘dibunuh’ Al Qur'an). Al Munawi dalam Faidhul Qadir (6/460) mengatakan:
وسمي علي بن الفضيل قتيل القرآن
“Ali bin Fudhail digelari qatiilul quran”
Beliau bukan ahlul bait. Bukan pula keturunan kerajaan. Beliau putra seorang ulama yang dikenal sangat zuhud, Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Diceritakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (2/302), dari Muhammad bin Bisyr Al Makki, beliau bercerita:
Pada suatu hari kami bernah berjalan bersama Ali bin Fudhail. Kemudian kami melewati daerah Bani Al Harits Al Makhzumi, yang pada saat itu ada seorang guru  yang sedang mengajar anak-anak. Kemudian sang guru membaca firman Allah:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)
Tiba-tiba Ali bin Fudhail langsung teriak dan jatuh pingsan. Datanglah ayahnya dan mengatakan: “Sungguh, dia terbunuh oleh Al Qur'an.”
Kemudian dia dibawa pulang. Salah seorang yang membawanya pulang bercerita bahwa Fudhail, ayahnya mengabarkan, Ali tidak bisa shalat pada hari itu, shalat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya. Pada tengah malam dia baru sadar.
Di lain kasus, Ibnu Qudamah menceritakan kisah seorang pemuda dalam kitabnya At Tawwabin. Seorang pemuda dari Al Azd. Beliau menghadiri majlis ilmu. Ketika beliau mendengar ada orang yang membaca firman Allah:
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. (QS. Ghafir: 18)
Tiba-tiba, beliau jatuh tersungkur, pingsan. Akhirnya dia diangkat di tengah keramaian banyak orang dalam kondisi pingsan.
Ya rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang lunak hatinya, dan mencintai mereka yang lunak hatinya.

Sumber : [http://kisahmuslim.com/]
Friday, 19 September 2014
Kisah Anak yang Melakukan Qiyamul lail

Kisah Anak yang Melakukan Qiyamul lail

Syekh Ibnu Zhafar al-Makki mengatakan,
“Saya dengar bahwa Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Busthamiradhiyallahu ‘anhu ketika menghafal ayat berikut:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil: 1-2)
Dia berkata kepada ayahnya, ‘Wahai Ayahku! Siapakah orang yang dimaksud Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Yang dimaksud ialah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai Ayahku! Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diwajibkan baginya tidak bagi umatnya.’ Lalu dia tidak berkomentar.”
“Ketika dia telah menghafal ayat berikut:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.’ (QS. Al-Muzzammil: 20)
Lalu dia bertanya, ‘Wahai Ayahku! Saya mendengar bahwa segolongan orang melakukan qiyamul lail, siapakah golongan ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Mereka adalah para sahabat –semoga ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu terlimpah kepada mereka semua.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai ayahku! Apa sisi baiknya meninggalkan sesuatu yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?’ Ayahnya menjawab, ‘Kamu benar anakku.’ Maka, setelah itu ayahnya melakukan qiyamul lail dan melakukan shalat.”
“Pada suatu malam Abu Yazid bangun, ternyata ayahnya sedang melaksanakan shalat, lalu dia berkata, ‘Wahai ayahku! Ajarilah aku bagaimana cara saya bersuci dan shalat bersamamu?’ Lantas ayahnya berkata, ‘Wahai anakku! Tidurlah, karena kamu masih kecil.’ Dia berkata, ‘Wahai Ayahku! Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya, saya akan berkata kepada Rabbku, ‘Sungguh, saya telah bertanya kepada ayahku tentang bagaimana cara bersuci dan shalat, tetapi ayah menolak menjelaskannya. Dia justru berkata, ‘Tidurlah! Kamu masih kecil’ Apakah ayah senang jika saya berkata demikian?’.” Ayahnya menjawab, ‘Tidak. Wahai anakku! Demi Allah, saya tidak suka demikian.’ Lalu ayahnya mengajarinya sehingga dia melakukan shalat bersama ayahnya.”

Sumber : [http://kisahmuslim.com/]

Khalifah Harun Al Rasyid Ketika Mendengar Al Qur'an

Khalifah Harun Al Rasyid Ketika Mendengar Al Qur'an

Dia adalah khalifah Abu Ja’far Harun bin al-Mahdi Muhammad bin al-Mansur Abu Ja’far Abdullah bin Muhmma bin Ali bin Abdullah bin Abbas al-Hasyimi al-Abbasi.
Dia termasuk raja terbaik pada masa kekhalifahan Abbasiah, terkenal dengan keshalehan, dan bijaksana, namun beliau juga seorang pemalu. Beliau pernah turut serta turun ke medan jihad dan berperang. Seorang laki-laki Quraisy yang pemberani, memiliki pendapat yang jitu, fasih bahasanya, berwawasan, dan memiliki kecakapan dalam tugas-tugas kenegaraan. Paza zaman pemerintahannya terjadi beberapa penaklukkan, di antaranya penaklukkan kota Heraclitos. Beliau meninggal saat berperang di Khurasan pada tahun 193 H (Siyar A’lam an-Nubala).
Ubaidillah al-Qawariri berkata, “Ketika Harun al-Rasyid bertemu dengan Fadhil, Fadhil berkata kepadanya, ‘Wahai orang tampan, engkaulah yang bertanggung jawab atas umat ini’.”
Laits juga berkata kepada kami (dari Mujahid), “Dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS. Al-Baqarah: 166) Fadhil berkata, ‘Maksudnya adalah hubungan yang ada di antara manusia di dunia.’ Lalu Khalifah Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu. Keadaan hari itu benar-benar hadir dalam benaknya dan mempengaruhi jiwanya.
Tafsir Ayat:
Ibnu Jarir berkata, “Interpretasi yang benar terhadap firman AllahSubhanahu wa Ta’ala, ‘Dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali, adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala meberi tahu bahwa orang-orang kafir yang menzhalimi diri mereka sendiri dan mati dalam keadaan kafir, mereka akan terputus dari segala harta benda dan semua pengikut dan pembela yang setia kepada mereka. Dengan demikian mereka bertanggung jawab segala amal mereka sendiri karena terputusnya hubungan ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tahu dalam kitab-Nya bahwa sebagian dari mereka akan saling melaknat lainnya. Setan akan berkata kepada para pengikutnya ‘Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku.’ (QS. Ibrahim: 22). Mereka akan saling bermusuhan pada hari itu kecuali orang-orang yang bertakwa.
Alla Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ {34} إِنَّهُم كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ {35}
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, ‘Kenapa kamu tidak tolong-menolong?’” (QS. Ash-Shaffat: 24-25)
Seorang diantara mereka tidak dapat mengambil manfaat (pertolongan) dari keturunan dan kerabatnya, meskipun keturunannya adalah wali AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَاكَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).
Allah juga memberitahu bahwa amal-amal mereka akan menjadi penyesalan bagi mereka, karena semua yang akan mereka terima di akhirat merupakan akibat atas perbuatan mereka di dunia. Pemutusan amal dan pahala bagi orang-orang kafir dikarenakan oleh perbuatannya yang cenderung menyalahi kewajiban untuk taat kepada-Nya atau bertentangan dengan ridha-Nya.
Jadi, tidak ada kerabat yang dapat menolong mereka saat kembali menghadap Allah. Para kerabat tidak dapat membela mereka dari balasan yang Allah timpakan. Itulah maksud hubungan bagi orang-orang kafir akan terputus.
Kisah lainnya, suatu hari Khalifah Harun al-Rasyid duduk-duduk bersama para sahabat dan para menterinya, tiba-tiba datang seorang Yahudi yang mengatakan, “Bertakwalah engkau kepada Allah!”
Serta merta Harun al-Rasyid turun dari tempat duduknya dan bersujud kepada Allah. Para sahabat dan para menterinya mengatakan, “Ini orang Yahudi, tidak perlu dipedulikan ucapannya.” Mungkin menurut para sahabat beliau orang Yahudi ini hanya cari gara-gara, karena dia sendiri sangat jauh dari ketakwaan kepada Allah, hal itu terbukti dengan kekafirannya.
Namun Harun al-Rasyid mengatakan, “Aku takut termasuk dalam ayat
وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِاْلأِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Dan apabila dikatakan kepadanya: ‘Bertakwalah kepada Allah’, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al-Baqarah: 206)
Demikianlah keadaan Harun al-Rasyid, seorang khalifah yang mulia, yang kekuasaannya terbentang luas dari daratan Benua Asia hingga ujung Benua Afrika, akan tetapi dengan kemuliaan tersebut beliau tetaplah seorang yang rendah hati dan sangat takut kepada Allah. Bagaimana dengan kita yang kekuasaan sejengkal bumi pun tidak kita miliki, akan tetapi hati kita begitu keras, jauh dari ketundukan dan rasa takut kepada Allah. Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita untuk mengamalkan apa yang Dia cintai dan ridhai.

[http://kisahmuslim.com/]
Kisah, Al Qur'an Melunakkan Hati Yang Keras

Kisah, Al Qur'an Melunakkan Hati Yang Keras

Kisah berikut ini adalah kisah tentang seseorang yang memiliki hati yang keras, mudah membunuh, zalim, dan sifat-sifat kejam lainnya, kisah ini adalah kisah Hajjaj bin Yusuf.
Hajjaj adalah gubernur Irak di zaman pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, sebelumnya ia adalah gubernur Madinah. Hajjaj dikenal sebagai pemimpin zalim dan sangat mudah menumpahkan darah rakyatnya. Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Dia orang yang sangat zalim, tiran, amibisius, perfeksionis, nista, dan kejam. Di sisi lain ia adalah seorang yang pemberani, ahli strategi dan rekayasa, fasih dan pandai bernegosiasi, serta sangat menghormati Alquran.” Ada yang mengatakan, Hajjaj telah membunuh kurang lebih 3000 jiwa di antara nyawa yang ia hilangkan adalah seorang sahabat yang mulia Abdullah bin Zubair dan seorang tabi’in Said bin Jubair. Hajjaj wafat pada tahun 95 H.
Dengan rekam jejak yang kelam itu, sangat jarang kita mendengarkan kisah yang baik dari perjalanan kehidupan Hajjaj bin Yusuf. Namun siapa sangka, ternyata ia sangat mudah tersentuh ketika mendengar ayat-ayat Alquran.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id, ia berkata, “Hajjaj pernah berkhutbah di hadapan kami, dia berkata, ‘Wahai anak Adam, sekarang kamu dapat makan, tapi besok kamu akan dimakan’. Kemudian dia membaca ayat, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185). Kemudian ia menangis hingga air matanya membasahi surbannya. Inilah bahasa Alquran, inilah kalamullah, yang mampu menghancurkan gunung yang kokoh, karena takut dan tunduk kepada Allah.
لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ
Seandainya Alquran ini Kami turunkan kepada gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. (QS. Al-Hasyr: 21)
Tafsir ayat:
Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan sebuah kabar umum yang universal dan berlaku bagi seluruh makhluk, bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dalam firman-Nya disebutkan,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فانٍ . وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS. Ar- Rahman: 26-27)
Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, yang akan abadi dan kekal, dan Dia adalah Maha Akhir sebagaimana Dia yang Maha Awal.
Ayat ini mengandung peringatan bagi seluruh manusia, karena manusia pasti akan mati. Apabila batas waktunya berakhir, maka manusia akan dikembalikan kepada Rabb mereka dengan amalan mereka masing-masing. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kiamat dan akan membalas seluruh amal perbuatan semua makhluk. Oleh karena itu, setelah berfirman bahwa semua manusia akan mati, Allah lanjutklan firman-Nya
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran : 185)
Pelajaran dari kisah:
  1. Orang yang dikenal sangat zalim pun masih menangis mendengar ayat-ayat tentang kematian, bagaimana dengan kita? Apakah hati kita merasa takut dan bergetar ketika mendengar ayat-ayat tentang kematian? Atukah hati kita lebih keras dari pada gunung?
  2. Tidak boleh men-cap seseorang yang senantiasa berbuat keburukan sebagai penghuni neraka. Sebagaimana Hajjaj -kita serahkan kepada Allah keadaannya di akhirat-, dikatakan Hajjaj pernah berdoa di akhir hayatnya “Ya Allah ampunilah aku, walaupun manusia menyangka Engkau tidak mengampuniku.”
  3. Allah menjadikan Alquran itu mudah untuk ditadabburi bagi orang-orang yang ingin merenungkan kandungan maknanya.
  4. Seseorang hendaknya mengamalkan apa yang ia ketahui dan ia dakwahkan. Sebagaimana Hajjaj yang mengetahui bahwa Allah akan menghisab amalan manusia, hendaknya ia berbuat kebaikan sebagai realisasi dari apa yang ia ketahui dan yakini.
  5. Hajjaj memang pemimpin yang zalim dan mudah membunuh, tapi dari sisi keyakinannya terhadap Alquran ia lebih baik daripada orang-orang liberal yang tampil bersahaja namun mengingkari ayat Alquran yang bertentangan dengan akal mereka dan menafsirkannya sesuai dengan hawa nafsu mereka.

[http://kisahmuslim.com/]
Al Qur’an Dan Petualangan Canggih Kura-Kura

Al Qur’an Dan Petualangan Canggih Kura-Kura

“Sesungguhnya tuhanmu hanyalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu,” (QS. Thaahaa: 98).
KURA-kura, hewan yang tidak asing lagi di telinga kita. Ciri yang paling mudah untuk dilihat adalah tempurung yang menjadi rumah sekaligus tempurungnya. Hewan yang berjalan sangat lamban ini rupanya menyimpan banyak keunikan, termasuk petualangannya di alam bawah laut.
Banyak penelitian telah mengemukakan bagaimana para kura-kura berpindah kembali ke tempat asalnya setelah selama 10 tahun mengembara lautan. Tentang pengembaraannya itu, bagaimana pun para kura-kura tidak hanya kembali ke tempat asalnya,tetapi mereka juga dapat menemukan jalan untuk pulang setelah mengembara. Semua tahu bahwa dalam menemukan jalannya setiap saat, ciptaan-ciptaan ini menunjukan kecerdasan yang luar biasa.
Beberapa pendapat mengalami kesulitan dalam maslah petualangan canggih kura-kura ini. Manusia saja belum tentu mampu, jika pergi ke suatu tempat pertama kalinya lalu selama berpuluh-puluh tahun kembali lagi ke tempat asal tanpa bertanya atau tersesat. Namun kura-kura ternyata mampu melakukan hal tersebut.
Tentu saja tidak mungkin untuk melakukan semua ini tanpa bantuan alat-alat teknologi. Tentu tidak masuk akal jika membayangkan bahwa kura-kura bisa melakukan hal yang sama dengan manusia.
Dalam jangka waktu penelitian tentang kura-kura masih tidak jelas untuk dipahami. Bahkan jika kita tahu bagaimana mereka bisa melakukan hal ini, ternyata sistem yang mereka lakukan belum berkembang dengan sendirinya.
Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dan membuktikannya dengan kecerdasan-Nya yang kekal di setiap sudut di dunia ini. Allah memberi pada siapa yang Dia kehendaki sesuai dengan pengetahuan-Nya sesuai yang Dia inginkan. Barang siapa yang mengingkari Allah, mereka akan menemukan tidak ada tempat lain,bahkan jika mereka mengadakan penelitian sepanjang hidup mereka. Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa tidak ada lagi Tuhan (selain Allah). 


[http://www.islampos.com/miracleofquran]
Wednesday, 17 September 2014
Otak, Akal, dan Al Qur'an

Otak, Akal, dan Al Qur'an

OTAK dan akal adalah pusat aktifitas pikiran manusia berada. Seluruh peradaban manusia pun dihasilkan oleh kedua hal ini. Itu pula, kenapa dunia binatang tidak memiliki peradaban seperti manusia—tidak punya sains, teknologi, seni budaya, bahkan agama.
Bicara tentang otak dan akal, Al-Qur’an memiliki cakupan yang luas tentang  akal dan otak, seperti pada ayat berikut ini :
“(Orang yang berakal adalah) orang-orang yang mengingat (yadzkuruna) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka berpikir (yatafakkaruna) tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka,” [QS. Al-Imraan: 190-191].
Lebih jauh lagi Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang memadukan fungsi antara pikiran (Cortex) dan perasaan (sistem limbik) secara maksimum, sehingga ketika memperoleh keyakinan (kesimpulan tertinggi berupa keimanan) bakal menggetarkan jantung-hati (Qalb), yang berada di dalam dada.
Bahkan ilmuwan–ilmuwan muslim yang merujuk pada kitab suci Al-qur’an , dijelaskannya bahwa di dalam otak manusia terdapat Cortex Cerebri, atau sering disebut Cortex saja. Sangat menarik mendapati kenyataan bahwa pusat penglihatan dan pendengaran manusia ternyata juga terdapat di Cortex-nya. Pusat penglihatan berada di kulit otak bagian belakang, sedangkan pusat pendengaran berada di bagian samping. Berarti, proses melihat dan mendengar itu sebenarnya identik dengan proses berpikir. Orang yang melamun, meskipun bisa melihat dengan mata dan mendengar dengan telinga, dia tidak bisa memahami apa yang sedang dilihat dan didengarnya. Pada saat demikian, dia tidak sedang mengaktifkan daya pikir Cortexnya secara utuh.
Selain itu juga manusia juga memiliki getaran qalbu, sehingga getaran ini melahirkan sebuah kepahaman. getaran Qalbu yang ada di jantung merupakan resonansi getaran yang berasal dari Sistem Limbik di otak tengah. Dengan kata lain, Qalbu merupakan cerminan apa yang terjadi di Sistem Limbik. Masalahnya, getaran apakah yang paling dominan sedang mengisi Sistem Limbik, maka itulah yang diresonansikan ke jantung.
Memang dalam kaitan antara akal dan qalbu sering dilakukan oleh para ilmuwan – ilmuwan muslim, karena dalam proses diatas bahwa proses berfikir memang saling berhubungan dengan qalbu.
Selaras dengan kitab suci Al-Qur’an , Rasulullah saw juga bersabda “ yang pertama kali diciptakan oleh allah adalah akal . lalu allah berkata kepadanya “datanglah kemari” , maka akalpun datang kepadanya.kata Allah :” demi kemuliaan serta keagunganku, tidaklah aku ciptakan makhluk yang lebih muia bagiku daripada kamu . dengan engkaulah aku mengambil dan dengan engkaulah aku memberi . dengan engkau aku memberikan pahala dan dengan engkaulah aku memberi hukuman .
Sabda Rasulullah saw yang lainnya adalah “ aku bertanya pada jibril apakah yang dinamakan kepempinan itu ? “ jibril menjawab : “ akal”.
Hakikat akal adalah naluri yang dipergunakan untuk memahami pengetahuan –pengetahuan yang bersifat teoritis . seolah oleh akal itu adalah cahaya yang dimasukkan kedalam jiwa sehingga manusia siap memahami sesuatu dan ini berbeda–beda menurut perbedaan–perbedaan naluri.
Jika akal kita dijadikan sebuah naluri yang luar biasa terhadap daya cipta dan karya kita. Menggunakan akal, yaitu pikiran / akal bukanlah sebuah wadah yang harus diisi melainkan api yang haru dinyalakan. Hormon–hormon yang ada dalam akal sangat mudah beraksi , sehingga ketika kita berfikir untuk menjadi besar, maka kita benar-benar kita akan mendapatkan , tentunya melalui proses akal.


Sumber :[http://www.islampos.com/]
Husnul Khatimahnya Seorang Pembaca Al Qur'an

Husnul Khatimahnya Seorang Pembaca Al Qur'an

Ada seorang yang shalih membiasakan diri membaca Al Quran Al Karim sebanyak sepuluh juz setiap hari. Pada suatu hari dia sedang membaca surat Yasin. Sehingga, ketika dia sampai pada ayat:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Maka, ruhnya melayang ke langit. Sahabat-sahabatnya yang ada di sekitarnya pun heran dan berkata, “Laki-laki ini adalah orang shalih, bagaimana mungkin hidupnya diakhiri dengan ayat ini:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Setelah dia dimakamkan, seseorang yang shalih lainnya memimpikannya di dalam tidur. Dia berkata kepadanya, “Wahai Fulan! Hidupmu diakhiri dengan ayat:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Bagaimana kondisimu sekarang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Lantas dia menjawab, “Ketika kalian telah menguburkanku dan meninggalkanku, datanglah dua malaikat. Keduanya bertanya kepadaku dengan mengatakan, ‘Siapa Rabbmu?’ Lantas saya menyempurnakan bacaan surat tersebut. Saya pun menjawab:
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.” (QS. Yasin: 25)
Dikatakan:
“Masuklah ke surga.”
Dia berkata:
Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan“. (QS. Yasin: 26-27)

Sumber: [Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1][http://kisahmuslim.com/]
Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top