Trending
Loading...
  • New Movies
  • Recent Games
  • Tech Review

Tab 1 Top Area

Tech News

Game Reviews

Recent Post

Showing posts with label tafsir. Show all posts
Showing posts with label tafsir. Show all posts
Friday, 12 September 2014
Sejak Lama Al Qur'an Sebut Arti Penting Sidik Jari

Sejak Lama Al Qur'an Sebut Arti Penting Sidik Jari

DALAM Al Qur’an Allah SWT berfirman bahwa adalah mudah bagi Allah SWT untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya.
Maka pernyataan tentang sidik jari manusia Allah SWT tekankan dalam surat Al-Qiyaamah berikut:
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna.” (Al Qur’an, 75:3-4)
Penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Hal ini karena sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain.
Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.
Akan tetapi, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun sejak lama dalam Al Qur’an, Allah SWT merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari, yang baru mampu dipahami di zaman sekarang. 



[Sumber: Keajaiban Al-Quran, Harun Yahya][http://www.islampos.com/]
Wednesday, 10 September 2014
Al-Quran dan Rahasia Dibalik Perjalanan ke Tanah Suci

Al-Quran dan Rahasia Dibalik Perjalanan ke Tanah Suci

Supaya mereka menyaksikan berbagai perkara yang mendatangkan faedah kepada mereka serta mengingat dan menyebut nama Allah, pada hari-hari yang tertentu….” (QS. Al-Hajj 28).
SELAIN manfaat spiritualnya, melakukan perjalanan ke tanah suci atau ibadah haji ternyata memberikan manfaat kesehatan dan medis yang luar biasa bagi tubuh. Beberapa kajian Islam menegaskan bahwa perjalanan Ibadah Haji meningkatkan kekuatan sistem kekebalan tubuh dan memberikan lebih banyak kekuatan dan kesehatan.
Selama melaksanakan Ibadah Haji, seorang Muslim melakukan kegiatan olah raga berjalan, bermeditasi dan berkonsentrasi. Semua kegiatan ini sangat bagi tubuh.
Dalam ayat al-Quran terdapat isyarat bahwa bumi ini bulat seperti bola dan bukannya datar. Allah SWT telah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyeru umat manusia guna memenuhi seruan Allah untuk menjalankan Ibadah Haji:
(وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ) [الحج: 27]
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj 27).
Mukjizat al-Quran tampak dalam penggunaan ungkapan (يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ) ‘…datang berjalan dari segenap penjuru yang dalam  ”. Al-Quran tidak menggunakan ungkapan  (من كل فج بعيد)،’dari segenap penjuru yang jauh’. Perkataan (عَمِيقٍ) ‘dalam’ menunjukkan bahwa terdapat kedalaman yang berbeda di atas permukaan bumi.
Para ilmuwan mengatakan bahwa berjalan dan berjalan dengan cepat (joging) merupakan pekerjaan yang paling penting untuk mencegah berbagai penyakit, terutama penyakit jantung, kolesterol, diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas dan ini semua merupakan penyakit masa kini. Jika kita renungkan kegiatan Ibadah Haji, kita dapatkan bahwa ibadah ini sarat dengan manfaat medis. Ibadah Haji ini merupakan terapi dan sesuatu yang menyenangkan bagi tubuh dan jiwa. Oleh karena itu Allah SWT berfirman:
“Supaya mereka menyaksikan berbagai perkara yang mendatangkan faedah kepada mereka….” (QS. Al-Hajj: 28)
 “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali `Imran: 96).
Sumber: [kaheel7][islampos.com]
Thursday, 4 September 2014
Tadabbur Surat Al-Lail (Malam): Terminal Kepuasan yang Kekal (Bagian 2)

Tadabbur Surat Al-Lail (Malam): Terminal Kepuasan yang Kekal (Bagian 2)

Dua Jalan Telah Dibentangkan
             Ada dua jalan yang sama-sama terbuka. Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan tersebut. Namun, Allah tetaplah bijak dan Maha Asih. Dia menurunkan dan mengirim utusan-Nya dari kalangan manusia untuk mengingatkan mereka dan membimbing agar para manusia tidak tersesat dalam memilih jalan itu. Maka, Dia pun mengobral petunjuk-Nya. Sampai demikian pun manusia tetap saja banyak yang enggan mengambilnya.
Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk” (QS. 92: 12)
Tidaklah akan mungkin terjadi kesalahan bila seseorang mau mengikuti petunjuk Allah dengan benar. Karena Allah memiliki segalanya. “Dan sesungguhnya kepunyaan kami lah akhirat dan dunia”. (QS. 92: 13). Dunia dan seisinya Allah lah pemiliknya. Demikian pula akhirat dan semuanya yang berhubungan dengannya Allah lah yang mengendalikannya. Bila seseorang lebih memilih dunia dan menghalanginya untuk mencintai pemiliknya maka ia benar-benar akan sengsara ketika memasuki alam akhirat, saat kehidupan dunia-nya dipertanggungjawabkan dan kemudian dibalas dengan setimpal.
Pada suasana yang demikian orang-orang yang bakhil di atas akan sangat menyesali kebodohan dirinya. Padahal Allah telah benar-benar mengirim orang terbaik di antara mereka untuk menjadi pengingat yang baik. “Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala” (QS. 92: 14)
Neraka yang menyala tersebut disediakan untuk mereka yang mendustakannya. “Tidak masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka” (QS. 92:15). Orang-orang celaka itu adalah orang “yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman)” (QS. 92: 16)
Dan dengan cinta-Nya pula “kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu” (QS. 92: 17). Siapakah orang-orang yang beruntung tersebut. Yaitu orang “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”(QS. 92: 18). Ia semata mengharap mampu membersihkan jiwanya.
Dia membersihkan dirinya, juga hartanya dari sesuatu yang ia khawatirkan akan menyebabkan murka Allah juga ia bersihkan jiwanya dari sifat riya’ dan sombong yang kadang merupakan akibat bila seseorang mendapat kenikmatan berupa harta dan kedudukan di atas rata-rata sesamanya.
Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus di-balasnya” (QS. 92: 19). Dia bersedekah dan mengeluarkan hartanya dalam jalan kebaikan bukan karena sebuah balas budi yang menjadi tanggungannya atau supaya kelak jika ia dalam kesulitan akan ada balasan yang membantu mengelurkannya dari kesusahan. Atau ia berharap dengan yang lebih baik dari yang didermakannya. Kedermawanannya tersebut di-landaskan pada keikhlasan yang sangat dijiwainya. Allah menuturkannya, “Tetapi (dia mem-berikan itu semata-mata) karena mencari ridha Tuhannya Yang Maha Tinggi” (QS. 92: 20)
Dan karena ia mampu melakukan dan menunjukkan kemurnian cintanya tersebut pada pemilik dunia dan akhirat kelak ia akan puas dan takkan merasa rugi. “Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan” (QS. 92: 21) Dan kepuasan yang demikian itu bersifat kekal. Maka ia menjadi orang yang paling beruntung, sebagai balasan atas usahanya yang terus menjaga diri untuk menjadi hamba-Nya yang paling bertakwa. Dalam surat al-Fajr Allah menggabungkan dua kepuasan dan keridhaan sekaligus, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya” (QS. 89:28). Ia rela dengan janji Allah dan ia puas dengan balasan-Nya. Allah pun mencintai dan meridhainya. Sungguh sebuah puncak kepuasan yang sebenar-benarnya.
Baik itu Abu Bakar ash-Shiddiq atau pun Abu Dahdah al-Anshary juga para pengikut jejak mereka dalam kedermawanan, kelak akan benar-benar merasakan kepuasan yang tak terputus dan abadi.

Penutup
                  Itulah kemurnian amal dan kejernihan hati yang diperuntukkan hanya menghadap dan mengharap Allah semata. Yang demikian itulah yang akan membawa keuntungan yang hakiki. Tentang kemurnian amal ini ada baiknya kita simak petuah bijak Sang Guru, Ibnu Athaillah as-Sakandary,
Sebagaimana Allah tidak menyukai amal yang tidak sepenuhnya bagi-Nya, Allah juga tidak menyukai hati yang tak sepenuhnya bagi-Nya. Amal yang tidak sepenuhnya bagi-Nya tidak Dia terima, dan hati yang tidak sepenuhnya bagi-Nya tidak dipedulikan oleh-Nya”  [14].
Karena itu Allah sangat membenci orang-orang munafik, karena hati mereka tidak pernah berada ditempat yang tetap. Mereka hanya mencari kemanfaatan. Di situ ada kemanfaatan, hati mereka akan mendekat ke sana, tak menjadi soal apakah itu berlawanan dengan nurani atau tidak. Semoga Allah memberikan hati yang tetap kepada kita. Hati yang ditetapkan di jalan kebaikan dan ketaatan. Amin.
Catatan Kaki:
[1] lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M/1425 H, hlm.26;. Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir, Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar, cet.I, 2004 M/1424 H, vol.2, hlm.808
[2] lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Op.Cit, hlm. 21; Badruddin az-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Fikr, Cet.I, 1988 M/1408 H, Vol.1, hlm. 249.
[3] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ijazu al-Bayan fi Suar al-Qur’an, Cairo: Dar Ali Shabuni, 1986 M-1406 H, hlm. 299-300
[4] al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, Cairo: Darul Hadits, 2002 M-1423 H, Vol.X, hlm. 328
[5] sebagaimana pendapat Mujahid (Ibnu Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an, tahqiq: Mahmud Syakir, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Araby, Cet.I, 2001 M-1421 H, Vol. 30, hlm. 267, Al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M-1424 H, Vol.IV, hlm. 462, al-Qurthubi, Op.Cit, 10/328, Syihabuddin al-Alusy, Ruhul Maani, Beirut: Dar al-Fikr,  1997 M-1417 H, Vol. 30, hlm. 267)
[6] sebuah atsar dinukil oleh Syihabuddin Mahmud al-Alusy (Ruhul MaaniIbid. hlm. 266)
[7] Ibid.
[8] pendapat Qatadah dan al-Kalby (Al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Op.Cit. Vol. IV, hlm. 462)
[9] Ibid. hlm. 463
[10]Ruhul MaaniOp.Cit. hlm.267
[11] Ibid. hlm. 264
[12] Sebagaimana pendapat Mujahid (Jami’ al-Bayan, Op.Cit, Vol. 30, hlm. 273, Ma’alim at-TanzilOp.Cit, Vol.IV, hlm. 463)
[13] Ruhul Maani, Vol. 30, hlm. 269
[14] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab al-Hikam, Penerjemah: Dr. Ismail Ba’adillah, Jakarta: Khatulistiwa Press, Cet.II, Juni 2008, hlm. 234.


Oleh : Dr. Saiful Bahri, MA
Wednesday, 3 September 2014
Tadabbur Surat Al-Lail (Malam): Terminal Kepuasan yang Kekal (Bagian 1)

Tadabbur Surat Al-Lail (Malam): Terminal Kepuasan yang Kekal (Bagian 1)

Mukaddimah
              Para ulama berbeda pendapat apakah Surat Al-Lail makkiyah atau madaniyah. Namun, menurut Jalaluddin as-Suyuthi, “Surat al-Lail lebih dikenal sebagai surat makkiyah” [1]. Surat al-Lail diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah surat al-A’la [2].
Surat ini membicarakan perbuatan dan amal manusia yang bermacam-macam. Perbedaan amal tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda pula, yaitu kebahagiaan dan kesengsaraan. Pada akhirnya semua bermuara pada ridha Allah yang dibalas dengan surga-Nya atau kemurkaan Allah yang diturunkan melalui neraka-Nya.
Surat ini juga menjelaskan kesalahan persepsi sebagian orang tentang harta. Namun hal tersebut tidak memberi manfaat sedikit pun di hari kiamat. Hal ini dilengkapi dengan contoh kebahagiaan yang dirasakan oleh orang yang bertakwa yang selalu menyucikan jiwanya [3].

Siang Malam Manusia Selalu Berusaha
            Dengan dimulainya sumpah Allah yang menggunakan pasangan waktu siang dan malam yang kemudian diikuti dengan sumpah menggunakan penciptaan laki-laki dan perempuan, lalu menjelaskan perbedaan perbuatan dan usaha manusia, mengindikasikan seolah manusia baik laki-laki atau perempuan siang atau malam selalu berusaha dan bekerja untuk menyambung hidup di dunia dan sebagian sadar juga meneruskannya untuk persiapan hidup di akhirat.
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan”. (QS. 92: 1-3)
Sumpah di atas mengisyaratkan bahwa segala sesuatu di alam ini diciptakan Allah dengan berpasangan. Keduanya menjadi unsur penting dalam kehidupan. Keduanya saling terkait dan berhubungan. Maka keduanya juga saling melengkapi.
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”. (QS. 92: 4)
Ada yang konsisten menjaga amalnya agar selalu berada dalam kebaikan. Namun, sebaliknya, juga ada yang selalu berada dalam kejahatan. Di samping itu ayat di atas juga mengindikasikan bahwa manusia yang berbeda-beda juga memiliki perbuatan dan pekerjaan yang berbeda-beda. Baik pekerjaan dan amal duniawi maupun perbuatan atau amal ukhrawi juga bertingkat-tingkat. Maka sebagaimana perbedaan amal ini maka ganjaran dan balasannya kelak juga berbeda.

Perbuatan dan Konsekuensinya
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. 92: 5-7)
Orang-orang yang berani menginfakkan hartanya di jalan Allah. Ia tak pernah khawatir sedikit pun akan ditimpa kebangkrutan. Lalu ia juga bertakwa dan menjaga diri dari yang diharamkan Allah. Sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas ra [4]. Dan ia meyakini bahwa yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Allah telah menjanjikan balasan yang sangat luar biasa. Maka ia mempercayainya dengan sepenuh hati. Menurut beberapa ulama dan ahli tafsir kata “al-Husna” di sini artinya bermacam-macam. Ada yang menafsirkannya dengan surga [5]. Sebagian lain menafsirkannya sebagai lâ ilâha illalLâh [6], Islam [7], dan balasan Allah atas amal kebaikan [8]. Namun, semuanya tidaklah berlawanan arti karena muaranya sama yaitu Allah yang menjanjikan balasan bagi setiap amal baik yaitu surga melalui tuntunan agama Islam.
Maka sebagai konsekuensi dari kedermaan dan ketakwaan serta tsiqah billah ini membuahkan hasil yang manis berupa kemudahan. Yaitu kemudahan dalam membiasakan amal kebaikan serta kemudahan memperoleh kebahagiaan dan kelapangan hidup dan kelak dimudahkan jalannya menuju surga.
Ayat ini diturunkan untuk mengabadikan akhlak mulia Abu Bakar ra yang membeli Bilal bin Rabah dari Umayah bin Khalaf serta memerdekakan Bilal tanpa syarat apapun [9]. Zubair bin Awwam menceritakan bahwa pembelian Bilal dihina oleh banyak orang karena menurut mereka alangkah baiknya jika Abu Bakar membeli budak yang lebih baik dari Bilal. Tapi penghinaan ini tak digubris oleh Abu Bakar [10].
Menurut riwayat lain ayat ini diturunkan untuk mengapresiasi Abu Dahdah al-Anshary yang suatu hari berada di kediaman seorang munafik yang memiliki kurma. Ia melihat kurma-kurma tersebut berjatuhan ke rumah tetangganya yang yatim. Orang munafik tersebut mengambili kurma-kurma tersebut, khawatir akan diambil oleh anak-anak yatim tetangganya. Abu Dahdah al-Anshary berkata kepada mereka, “Biarkan saja itu untuk mereka maka engkau akan mendapat gantinya di surga”. Namun sang munafik tersebut tidak menggubrisnya. Abu Dahdah kemudian membelinya semuanya dan menghibahkannya untuk anak-anak yatim tersebut [11].
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak kami akan siapkan baginya (jalan) yang sukar”. (QS. 92: 8-10)
Sebaliknya orang yang bakhil dengan menimbun hartanya dan kikir dalam mendermakannya ia akan merasa berada dalam gelimangan harta. Ia mempresepsikan bahwa dengan harta ia bisa memiliki segalanya dan memenuhi semua keinginannya. Maka ia kemudian menjadi bertambah sombong. Allah pun tak lagi dianggapnya sebagai Tuhan yang memberinya karunia dan rizki yang lapang. Ia lupakan Allah. Ia dustakan ketuhanan-Nya. Ia ragukan keserbamahaannya. Maka ia pun meragukan janjinya. Bahkan ia dustakan sama sekali dan menganggap bahwa kebenaran hari akhir dan pembalasan amal hanya sebuah ilusi.
Maka orang yang memiliki karakter seperti di atas ini sangat layak bila diberikan kesulitan yang berlipat. Allah mudahkan baginya jalan kesukaran. Maka hidupnya akan dipenuhi kesulitan meski ia berlimpah harta. Hatinya tak tenang. Fisiknya digerogoti penyakit. Dan kelak saat maut menjemputnya ia baru merasakan kerugian dan petaka besar yang akan menyengsarakannya.
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa”. (QS. 92: 11)
Taradda” artinya mati dan dikuburkan [12]. Ini merupakan kiasan dari kematian dan kebinasaan [13]. Harta yang ditimbun dan selalu dijaganya siang malam tersebut tak bisa menghalangi datangnya kehancuran dan kematiannya. Dan tak sepeserpun dari harta yang dikumpulkan tersebut yang ia bawa ke liang lahat. Jika pun orang yang masih hidup memaksakan untuknya membawa harta tersebut, hal itu tidaklah berguna. Bahkan kalau pun hal tersebut bisa terjadi ia akan berhadapan dengan makhluk yang tidak mengenal arti dunia. Maka ia takkan pernah bisa menyuapnya dengan harta. bersambung



Oleh : Dr. Saiful Bahri, MA


Monday, 28 April 2014
no image

Tadabbur Surat Al-Qiyamah: Penyesalan-Penyesalan



Surat al-Qiyâmah diturunkan Allah di Makkah setelah surat al-Qâri’ah[1]. Tema besar surat ini mengungkapkan kedahsyatan hari kiamat. Menggambarkan suasana yang sangat mengerikan dan menegangkan bagi siapa saja. Terlebih saat manusia dibangkitkan. Hal ini sekaligus sebagai jawaban bagi orang –orang yang mengingkari dan mendustakannya [2].

Ayat pertama surat ini yang sangat menyentak “Aku bersumpah demi hari kiamat”. (QS.75: 1). Pada ayat ini Allah menggunakan “lâ nafi lil qasam” yaitu menguatkan sumpah dengan cara menafikannya. Tujuannya untuk mengcounter pengingkaran orang-orang kafir [3].

Mengapa Allah perlu bersumpah? Hal ini menunjukkan betapa pentingnya hari kiamat. Hari kebangkitan yang pasti terjadi itu masih saja banyak yang mengingkarinya. Dan pada hari kebangkitan itu nantinya semua manusia akan menyesali dirinya. Jika ia telah berbuat baik, maka ia menyesal mengapa tak menambah amal baiknya. Apalagi jika ia berlaku buruk, ia akan sangat menyesal. Karena semua kebenaran saat itu benar-benar terungkap. Cobalah kita renungi ayat berikutnya, “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”. (QS.75: 2)

Dan sangat mengherankan jika manusia meragukan atau bahkan mengingkari hari penentuan itu, “Apakah manusia mengira bahwa kami tidak mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?”. (QS.75: 3). Kelak akan Allah susun lagi bagian-bagian tubuhnya hingga sempurna . “Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna”. (QS. 75: 4). Sayangnya, justru kebanyakan manusia memperturutkan hawa nafsunya. Kemudian memperbanyak maksiat serta menunda-nunda taubat. Tak segan-segan ia menantang Allah dan mengatakan, “Bilakah hari kiamat itu?”. (QS.75: 6)

Hari Kiamat yang Sesungguhnya

Saat hari kiamat datang. Sulit untuk dibayangkan apa yang terjadi pada alam semesta. “Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Dan matahari dan bulan dikumpulkan”. (QS. 75:  7-9). Mungkin saat itu orang-orang yang mengingkarinya baru benar-benar percaya dan ia benar-benar menyesal. Bahkan ia pun kebingungan apa yang harus dilakukannya. Berlari, ke manakah tempat berlari. “Pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat berlari?” Sekali-kali tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmulah pada hari itu tempat kembali”. (QS. 75: 10-12) Hari yang lari tak bermanfaat dan tak bisa membantu menyelamatkan orang-orang yang mengingkarinya. Tidak juga ditemukan persembunyian yang benar-benar bisa dijadikan tempat berlindung [4].

“Pada hari itu diberikan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”. (QS.75: 13-15)
Di hari pengadilan Sang Maha Adil itu, tak ada seorang pun yang bisa memungkiri dirinya sendiri. Karena seluruh anggota tubuhnya menjadi saksi atas segala sesuatu yang diperbuatnya. “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan [5]”. Maka apapun alasannya tak akan mampu meringankan keputusan yang Allah jatuhkan padanya. Karena pada tabiatnya manusia sangat menyukai alasan demi menutupi kesalahan dan keburukan yang dilakukannya untuk membela dirinya, Padahal sesungguhnya manusia telah dibekali akal untuk berpikir. Juga hati yang jernih untuk dimintai pertimbangan. Senada dengan petuah bijak dari seorang ahli hikmah dari Asia tengah; al-Hakim at-Tirmidzi, ‘’Hari yang segala alasan menjadi tak berguna. Karena manusia telah dibekali dengan bashirah. Tapi ia menjadi buta karena hawa nafsunya. Padahal bashirah itu sebenarnya tahu bahwa ia takkan mampu mengingkari Tuhannya kalaulah tidak tertutup oleh nafsu’’[6].
Al-Quran Sumber Dakwah yang Dijaga
Al-Quran sebagai sumber yang membawa berita kebenaran tentang segala sesuatu. Termasuk di antaranya berita tentang hari kiamat; hari dibangkitkannya semua manusia untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya.

Mungkin karena inilah yang mendorong Nabi Muhammad hendak cepat-cepat menghafalnya. Mungkin karena takut lupa. Atau supaya beliau bisa cepat menguasainya kemudian segera disampaikan kepada umatnya. Tapi kemudian Allah menegur beliau. Allah yang memberikan kekuatan hafalan seseorang atau melemahkannya. Membuatnya cepat menguasai suatu hal atau sebaliknya. ‘’Janganlah kamu gerakkan lidah mu untuk (membaca) Al-Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya’’. (QS.75;16-19) Karena itulah Al-Quran benar-benar menjadi kitab yang dijaga Allah. Terjaga dari segala bentuk pemalsuan baik dengan pengurangan atau penambahan bagian-bagiannya [7]. Karena itu, Allah menurunkan malaikat terbaik-Nya untuk mengajari Nabi Muhammad. Al-Quran disampaikan melalui talaqqi langsung Nabi SAW kepada Jibril AS dan Nabi Muhammad baru diperbolehkan.

Membaca setelah Jibril selesai membacanya. Orisinalitas inilah yang menjadi salah satu ciri dan karakteristik Al-Quran, terutama bila dibandingkan dengan kitab-kitab Allah yang lain. Apalagi buku-buku buatan manusia atau modifikasi karya-karya sesat mereka Namun demikian tak otomatis membuat manusia dengan mudah menerima atau mempercayainya. Tak sedikit yang mengingkari dan mendustakannya. Bahkan menghina dan merendahkannya.

Kelalaian yang Memperdayakan

Sikap angkuh dan masa bodoh yang mengambil manusia sebenarnya dipicu oleh kecintaannya yang sangat pada harta dan dunia ini. Sehingga ia benar-benar merasa seolah-olah ia akan hidup selamanya.
‘’ Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia. Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat’’. (QS.75:20-21)
Manusia bermegah-megahan dalam urusan dunianya. Sehingga kecintaannya pada materi dan kebendaan menjadi sangat mengkristal dan sulit dikikis. Inilah sebuah penyakit yang disinyalir Nabi SAW sebagai penyakit ‘’ al-Wahn’’ yaitu mencintai dunia dan terkejut mati. Dan saatnya kematian itu datang ia terperangah dan terkejut. Karena ia benar-benar tak memperkirakan sebelumnya. Bahkan mungkin ia berpikir akan hidup selama-lamanya.

Adapun orang yang beriman. Hari pertemuan dengan Tuhan-Nya adalah hari penantian yang sangat membahagiakan, ‘’Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat’’. (QS.75:22-23). Hari yang sempurna bagi orang-orang yang beriman. Karena mereka bisa melihat dan bertemu langsung dengan Allah. Tanpa ada hijab dan penghalang sedikit pun. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, ‘’Kalian akan melihat Tuhan kalian dengan mata kalian’’[8]. Ibnu Abbas menjelaskan bahwa itu terjadi tanpa penghalang sedikit pun. Dalam riwayat Abu Said al-Khudry lebih ditegaskan lagi.”…….Seperti melihat bulan pada malam bulan purnama yang tek terhalangi oleh awan” [9].

Karena itu orang beriman tidak pernah takut mati justru ia sangat mencintai kematian. Tergambar dalam sebuah hadits muttaqun ‘alaih, “Barang siapa yang mendambakan pertemanan dengan Allah, Allah pun mencintai pertemuan dengannya” (HR. Bukhari Muslim) Mari kita simak, bait-bait puisi yang disenandungkan Khubaib bin Zaid menjelang penyaliban yang dilakukan kepada orang Kuffar Quraisy. Ini adalah bait-bait keberanian yang tak sedikitpun menampakkan ketakutan akan datangnya kematian. Justru dengan lantang ia menantinya.Takkan kupedulikan selama aku terbunuh dalam keadaan muslim Bagaimanapun juga kematian di jalan Allah. Demikian keagungan Dzatnya Ia berkehendak memberkahiku sesuka-Nya [10]>

Kebalikan apa yang dialami oleh orang-orang yang mengingkari hari kiamat. ‘’Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram. Mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat’’. (QS.75: 24-25) Setidaknya tanda-tanda kemurkaan Allah telah mereka lihat. Mereka bisa merasakannya sebelum Allah benar-benar timpakan kepada mereka azab-Nya. Dan hari itu semua penyesalan menjadi tidak berguna.
Tanda-Tanda Dari Allah
Sebagaimana pada kekuasaan-Nya terdapat tanda-tanda,demikian pula pada makhluk ciptaan-Nya, Allah berikan tanda padanya agar ia mau mengingat Allah. Demikian halnya menjelang kematian Allah tak jarang memberikan tanda pada kita. Saat kita sakit, semestinya kita segera menyadarinya bahwa Allah mengirimkan sebuah tanda agar kita lebih siap lagi. Saat melihat atau mendengar kabar tentang kematian, itu juga sebuah tanda. Baik dia beriman pada Allah ataupun mengingkarinya
Ini adalah tanda-tanda kiamat kecil (sughrâ) yaitu kematian yang pasti dialami oleh semua makhluk-Nya yang bernafas. Sebelum kiamat besar (kubrâ) benar-benar datang. Yaitu hari kiamat yang meluluhlantakkan apa saja. Bukan hanya yang hidup tapi apa saja dan siapa saja, saat itu menjumpai kebinasaannya. Karena kekekalan dan kehidupan hari itu hanya milik-Nya. Seorang saja. “Semua yang ada di bumi itu akan binasa” [11].
“Sekali-kali jangan, apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?” Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia)”. (QS. 75: 26-28)
Saat sakaratul maut dihadapinya ia benar-benar tak memiliki daya apapun. Yang ia tahu bahwa saat perpisahan dengan segala yang dicintainya akan segera terjadi. Semua sangkaannya akan menjadi sia-sia. Hari yang ia takuti akan segera datang. Saat yang paling ia benci akan menyambanginya. Segala keangkuhan dan kekuasaannya, juga uangnya tak akan mampu menggantikan suasana ketakutan itu sirna dan menjauhinya, “Siapakah yang dapat menyembuhkan?”. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya ia tahu jawabannya. Tapi ia tak mampu mengatakannya, karena taubat di detik-detik itu tidak diterima Allah.
Simaklah satu lagi penggambaran Allah terdapat peristiwa menjelang kematian ini, “Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan)” (QS.75: 29). Ia benar-benar menggigil ketakutan, dua betisnyapun mengatup. Tergambar di depannya segala bentuk kengerian dan kesendirian yang akan dijumpainya. Saat itu dua masalah bertemu. Adh-Dhahâk mengatakan, “Yaitu urusan jasad dan ruhnya. Keluarganya mengurus jasadnya. Sedang malaikat mengurus ruhnya. Ia bahkan tak tahu Ke mana jasad dan ruhnya dibawa oleh masing-masing mereka” [12].
Mereka seolah lupa bahwa ini semua merupakan implikasi dan dampak dari apa yang mereka perbuat di dunia. “Dan ia tidak mau membenarkan (rasul dan Al-Quran) dan tidak mau mengerjakan shalat. Tetapi ia mendustakan (rasul) dan berpaling (dari kebenaran). Kemudian ia pergi kepada keluarganya dengan berlagak (sombong)”. (QS.75” 31-33)

Ringkasannya ia melakukan empat dosa besar:

1. Mendustakan Rasul Allah dan Al-Quran
Mendustakan Rasul berarti tidak menerima segala hal yang dibawa olehnya. Termasuk Al-Quran, wahyu Allah yang dimandatkan padanya untuk disampaikan isi dan redaksinya secara utuh kepada umatnya.

2. Tidak mau mengerjakan shalat
Sebagaimana disinggung sebelumnya dalam surat al-Mudatsir ayat 43. Mereka tidak mengerjakan shalat, dan ini merupakan simbol keengganan untuk menundukkan hati kepada Allah. Sebuah simbol keangkuhan, simbol kesombongan yang sangat dimurkai oleh Allah, karena kebesaran hanya milik-Nya.

3. Berpaling dari kebenaran karena ego dan gengsinya
Sebagai akibat ia tak mau lagi mendengarkan nasihat dan masukan konstruktif. Ia abaikan kebenaran. Ia palingkan dirinya menjauhi kebenaran, demi gengsi dan egonya, apalagi jika kebenaran itu datang dari orang yang tidak disukainya atau karena ancaman polularitasnya atau karena takut kehilangan pengaruh di tengah kaumnya.

4. Sombong di depan manusia
Di ayat 33 ini secara spesifik justru Allah menggambarkan ia berlaku sombong di depan keluarganya. Jika ia sudah berani berlaku sombong dan angkuh di depan keluarganya apalagi di depan orang lain. Selaiknya ia bela dan sayangi keluarganya. Ia tunjukkan keramahan, cinta dan keteduhan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ia berinteraksi dengan kasar dan keras demi menunjukkan keangkuhannya.

Maka jatuhlah vonis celaka terhadap mereka dan apa yang mereka lakukan. “Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaan bagimu. Kemudian Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaan bagimu”. (QS.75: 34-35).

Kutukan ini diulang sampai empat kali. Sekali saat ia merenggang nyawa menghadapi kematian. Kedua, saat ia berada dalam kesendirian tanpa daya mendapatkan siksa kubur. Ketiga, saat ia dibangkitkan setelah hari kehancuran. Dan keempat kalinya, saat vonis terakhir benar-benar ia terima. Mendekam dalam kekekalan di neraka jahanam. Sepanjang masa yang hanya Allah saja tahu takarannya.Petaka, Bermula Dari Kelalaian yang Berkelanjutan
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa bertanggung jawab)?”.

Manusia lupa, bahwa ia diciptakan dengan misi memakmurkan bumi Allah dan membawa misi penghambaan yang benar pada Allah semata. Dan semua itu ada pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah. Lantas apa yang membuatnya berkeyakinan bahwa ia akan hidup dan kemudian mati serta berakhir segalanya? Sebagaimana ia diperintahkan untuk beribadah dan dilarang untuk membangkang serta mendustakan agama-Nya, maka semua ada saatnya manusia diganjar atas perbuatannya. Tentunya sebelum itu ia akan diminta terlebih dahulu tanggung jawab atas amal-amalnya.

Sebenarnya yang membuat lupa, karena ia melalaikan asal kejadiannya. Dan ia tak pernah merasakan bahwa wujud serta eksistensinya di dunia ini adalah sebuah kenikmatan yang Maha Agung. “Bukankah dia dulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan”. (QS. 75: 37-39)

Jika manusia mau mengingat asal kejadiannya ia akan segera sadar dan tahu bahwa Allah mampu membangkitkannya setelah dia mematikan semua makhluk-Nya, “Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (QS. 75: 40). Mahasuci Allah, Engkau Maha Besar.
Ibnu Katsir menukil sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud Shâhibussunan. Ibunda Aisya ra menuturkan sebuah riwayat, “Ada seorang laki-laki shalat di atas rumahnya. Dan ketika ia membaca ….. ia berkata: Subhânaka fa balâ (mahasuci Engkau maka benarlah). Kemudian saat ia ditanya, ia menjawab aku mendengarnya dari Rasulullah SAW”. Namun, Ibnu Katsir melemahkan hadits yang hanya diriwayatkan oleh Abu Dawud ini [13]. Sebagaimana pendapat Ibnu Jarir ath-Thabary, “hadits ini mursal dan saya tak menemukan satu pun yang marfu” [14]. Namun jika dibaca di luar shalat maka hal tersebut tidak ada perbedaan pendapat. Karena Ibnu Abbas dan Said bin Jubair juga menganjurkannya demikian [15].

Mahasuci Allah. Jika manusia tak lalai dan mau mengingat asal usulnya, tentu ia akan jauh dari petaka dan azab Allah sejak berada di dunia. Sebagai gantinya kelak di akhirat akan Allah beri kesempatan yang sangat mahal, yaitu bertemu langsung dengan-Nya dan mendapatkan pantulan cahaya-Nya yang menerangi segala kegelapan. Allâhumma Amin.
Catatan Kaki:
* Sebuah tadabur surat Al-Qiyâmah (Hari Kebangkitan): 75 Juz 29.
[1]  Imam Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulumi Al-Quran, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M/1425 H, hal.22, dan lihat Imam Badruddin az-Zarkasyi, al_Burhan fi Ulumi Al-Quran, Beirut: Darul Fikr, Cet.I, 1988 M/1408 H, Vol.I, hal 249
[2] Prof Dr. Jum’ah Ali Abd Qader, Ma’âlim Suar Al-Quran, Cairo: Universitas Al-Azhar, Cet.I, 2004 M/1424 H, Vol.2, hal .732
[3]  Lihat: Abu Zakaria al-Farrâ, Ma’aniy Al-Quran, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, Cet.I, 2002 M/1423 H, Vol.III, hal.100, juga lihat: Imam az-Zamakhsyary, al-Kasysyâf ‘an Haqâ’iqu at-Tanzil, Cairo: Maktabah Musthafa al-Halaby, Cet.I, 1354 H, Vol.IV, hal.163
[4]  Imam al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami Al-Quran Cairo: Darul Hadits, 2002 M / 1422 H, Vol.X, hal.83
[5]  QS. Annur (24): 24
[6]  Imam al-Hakim at-Trimidzi, Nawadir al-Ushul fi Ma’rifai Ahadits ar-Rasul, Cairo: Dar ar-Rayyan, Cet.I, 1988 M / 1413 H, Vol.2, hal.457
[7]  Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, Kaifa Nata’ âmal ma’a Al-Quran, Beirut: Darusysyuruq, Cet.I, 1999 M/1419 H, hal 28
[8]  HR. Al-Bukhary dalam kitab Tauhid, hadits nomer: 7435 (Ibnu Hajar al-‘Asqalany, Fathul Bâri bi Syarhi Shahih al-Bukhary, Cairo: Darul Hadits, Cet.1, 1998 M / 1419 H, Vol.XIII, hal.497)
[9] HR. Al-Bukhary dalam kitab Tauhid, hadits nomer: 7436 (Fathul Bâri, Ibid, hal.499)
[10] Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, al-Imân wa al-Hayâh, Cairo: Maktabah Wahbah, Cet.16, 2007 M /1428 H, hal.160
[11]  QS. Ar-Rahmân (55): 26
[12]  Imam Ibnu Jarir at-Thabary, Jâmi’ al-Bayân, Beirut: Dar Ihya Turats a-Araby, Cet.I, 2001 M/1421 H, Vol.29, hal.233
[13]  Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran al-Azhim, Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah Vol.IV, hal.586
[14] Imam Ibnu Jarir ath Thabary, Jâmi’ al-Bayân, Ibid, Vol.XXIX. hal.29, lihat juga tesis penulis , Kitab Lawami’ al-Burhan wa Qawathi’ al-Bayan fi Ma’any Al-Quran li al-Ma’iny, Dirasah wa Tahqiq, Cairo: Universitas Al-Azhar, 2006 M, Vol.II, hal.758
[15]  Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran al-Azhim, Ibid

oleh : DR. Saiful Bahri, MA.

Sunday, 27 April 2014
no image

Tadabbur Surat Al-Mudatsir: Penampilan Luar Dalam


Mukaddimah: Saatnya Mulai Bangkit

Surat al-Mudatsir diturunkan Allah di Makkah, setelah surat al-Muzammil sebagaimana urutannya dalam al-mushaf al-utsmâny [1]. Surat ini secara umum memiliki isi yang serupa dengan surat sebelumnya. Yaitu tentang perintah langsung Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk menyerukan dakwahnya. Menyampaikan dakwah kepada kaum beliau. Selain itu, juga membicarakan tentang kondisi neraka dan orang-orang musyrik yang mengingkari dakwah Rasulullah saw [2].

Jika dalam surat al-Muzammil Allah lebih menitikberatkan pada persiapan mental dan bekal seorang dai atau nabi yang akan mengemban risalah dakwah-Nya, maka dalam surat ini Allah memberitahukan langkah praktis yang mesti diambil seorang pengemban risalah.

“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan!”(QS.74: 1-2)

Ini adalah sebuah seruan langsung. Untuk menanggalkan kemalasan dan melawat tabiat serta sesuatu yang disukai oleh manusia, yaitu bersantai-santai, tidur atau menjahui resiko dan bekerja keras. “Bangunlah. Lakukan sesuatu yang berarti. Peringatkan kaummu selagi masih ada kesempatan.” Kira-kira seperti itulah pesan Allah pada kekasih-Nya.

Inilah saatnya segera bangkit. Menyampaikan risalah Allah, karena yang memerintahkannya adalah Zat yang kekuasaan-Nya tanpa batas dan sudah memiliki semua jaminan.

Pertama, “Dan Tuhanmu agungkanlah!” (QS.74:3)

Seorang penyampai risalah, baik dia seorang dai atau nabi sekalipun, dia harus mengagungkan Allah yang mengutusnya. Jika ia memahami hal ini dan benar- benar ia jiwai maka segala bentuk kemegahan, kebesaran dan kemewahan dunia akan kecil di matanya. Ia takkan tergiur oleh gemerlapnya dunia. Juga tidak akan silau dengan tipu kekuasaan dunia. Tidak pula takut oleh segala bentuk ancaman yang datang dari selain Allah. Siapapun dia, raja atau penguasa dari belahan dunia manapun. Kekuasaan dan kesombongannya tak akan ada yang bisa mengalahkan Yang Maha Perkasa dan Agung. Dan kelak Allah akan menghukum hamba-hamba-Nya yang berani menyombongkan diri. Sehingga tak akan ada kebesaran yang tersisa di dunia ini selain kebesaran dan keagungan-Nya [3].

Kedua, “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS.74: 4)

Setelah itu, ia perlu memperhatikan penampilan fisiknya, bersih dan menarik. Karena ini merupakan salah satu strategi marketing, dengan performance yang meyakinkan setidaknya kesan pertama akan dikenali oleh masyarakat saat berhadapan dengan kita. Karena itulah risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw selalu sarat dengan kebersihan. Makin dalam dan matang keimanan seseorang maka ia akan semakin memelihara kebersihan. Pakaian yang suci menjadi syarat sahnya shalat.

Ketiga, “Dan perbuatan dosa tinggalkanlah”. (QS.74: 5)

Setelah ia memelihara kebersihan fisik, maka ia menyempurnakannya dengan kebersihan batin. Yaitu dengan menjauhi serta meninggalkan segala macam bentuk dosa. Ini adalah bentuk penaggalan hal-hal yang negatif dari dalam diri seorang dai. Dosa dan maksiat akan mengakibatkan hati seseorang terkotori sehingga kata-katanya juga tak akan lagi memiliki kekuatan. Penafsiran ini senada dengan apa yang dikatakan Ikrimah dan Ibrahim an-Nakha’iy [4]. Dan idealnya memang penampilan fisik yang bagus dibarengi dengan kebersihan hati dan kejernihan jiwa. Hal tersebut akan mengundang pesona dan kharisma yang sangat kuat.

Keempat, “Dan Jangan kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”. (QS.74: 6)

Keikhlasan merupakan penyempurnaan hati yang sudah dijauhkan dari dosa dan maksiat. Akhlak ini juga akan membuat seorang dai kuat dan tangguh. Kerja tanpa pamrih, dan kemurnian dakwah pun terjaga dengan jernihnya hati pelakunya. Larangan ini bertujuan agar para dai penerus dakwah para nabi terus berbuat dan berbuat,  lebih gigih berusaha dan ringan berkorban serta mudah melupakannya setelah itu[5]. Juga tak terlalu menganggap dirinya sudah berbuat banyak sehingga ia merasa hebat dan berjasa bagi orang banyak. Karena hanya orang berjiwa kerdillah yang selalu merasa besar. Sehingga satu-satunya harapan yang ia inginkan hanya dari Zat yang tak pernah habis kedermawanannya serta kepemilikannya tiada batas.

Kelima, “Dan untuk (memenuhi) perintah Tuhanmu, bersabarlah”.(QS.74: 7)

Pesan terakhir ini mengindikasikan dan memberi isyarat bahwa dakwah Rasulullah saw tidaklah berjalan mulus dan otomatis mendapat penerimaan yang baik. Kesabaran dan persiapan mental yang telah disinggung dalam surat al-Muzammil setidaknya diharapkan membuat Rasul makin siap menerima reaksi apapun terhadap dakwah yang diserunya. Dan benar, Rasul pun mendapat reaksi yang sangat berat. Teror fisik dan psikis dihadapinya. Juga para pengikutnya tak henti-hentinya menerima acaman dan teror.
Sekilas tujuh ayat pertama ini terkesan sederhana. Tapi kandungan pesannya sangat luar biasa. Berangkat dari pijakan normatif inilah Rasulullah semakin kuat dan gigih dalam berdakwah. Tak takut lagi atas ancaman apapun yang akan menimpa atau diarahkan pada beliau, karena beliau memiliki Sang Penolong yang sangat hebat dan tak terkalahkan.

Hari yang Dijanjikan

Salah satu misi mengingatkan yang dibawa Rasul saw adalah dengan selalu dan terus mengingatkan kaumnya akan adanya hari kehancuran dan kebangkitan. Supaya orang–orang yang berbuat zhalim mau kembali kepada Allah. Setidaknya selama masih ada kesempatan untuk memperbaiki sebelum hari kepastian yang sudah ditentukan Allah itu datang.

“Apabila ditiup sangkala. Maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit. Bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah”. (QS. 74: 8-10)
Dan hari yang paling sulit bagi siapa saja. Karena setiap orang memikirkan nasibnya di depan pengadilan Sang Maha Adil. Pengadilan yang sangat transparan. Tak akan ada yang bisa disembunyikan. Dan orang-orang kafir akan memenuhi kesulitan yang berlipat-lipat.

Seperti halnya al-Wahid bin Mughirah yang akan mendapatkan pembalasan Allah kelak. Firman Allah berikut membicarakannya, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid serta sebagian besar para ahli tafsir [6]. “Biarkan aku bertindak terhadap orang yang aku telah menciptakannya sendiri”. (QS.74: 11). Ibnu Katsir menafsirkan, sendirian artinya saat ia dilahirkan. Tak ada harta, anak dan kekuasaan. Kemudian Allah memberikannya berbagai kenikmatan. “Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak. Dan anak-anak yang selalu bersamanya. Dan kulapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang – lapangnya.” (QS.74: 12-14). Al-Walid bin Mughirah memiliki sepuluh anak. Tiga diantaranya masuk Islam, yaitu sang panglima Khalid bin Walid, kemudian dua adiknya Hisyam dan Ammarah[7].

Allah mengaruniakannya harta yang berlimpah. Juga anak-anak yang selalu dekat dengannya. Tapi hal ini tak membuatnya bersyukur dan lupa akan asal kejadiannya. Ia selalu tamak, “Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.” (QS.74: 15). Tapi itu takakan pernah dikabulkan oleh Allah, “Sekali-kali tidak (akan aku tambah), Karena Sesungguhnya dia menetang ayat-ayat kami (Al-Qur’an)”. (QS.74: 16).

Kelak, akan Allah memberikan hukuman yang setimpal atas dosa dan kesombongannya. “Aku akan membenahinya mendaki pendakian yang memayahkan”. (QS.74: 17). Sebuah kiasan akan beratnya beban yang ia tanggung di akhirat kelak. Siksa yang tak terbayangkan beratnya.

Kebohongan dan Kesombongan yang tak Terampuni

Sebelumnya selama di dunia al-Walid -juga orang–orang kafir- tak mengindahkan peringatan yang dibawa para nabi dan para dai. “Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata, ‘(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.’” (QS.74: 23-25).

Dan sebagai balasannya, Allah akan memberikannya sejelek-jelek hunian di dalam neraka. “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, (Neraka saqar) adalah pembakar kulit manusia”. (QS.74: 26-29)
Selain panasnya yang tak tertahankan, neraka–neraka itu dijaga oleh para malaikat yang takakan membiarkan mereka sedikitpun beristirahat dan mengambil nafas.

“Dan diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan tiada kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat. Dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk menjadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?’ Demikian Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melaikan Dia sediri, dan saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia”.(QS.74: 30-31)

Golongan Kanan

Jika orang-orang kafir di atas harus mempertanggun jawabkan semua perbuatannya, maka Allah akan memberi keleluasaan bagi orang-orang yang mengimani dakwah Rasulullah saw.

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Kecuali golongan kanan”. (QS.74: 38-39)

Bahkan mereka bisa menanyakan kondisi orang-orang yang diazab Allah. Hal demikian akan semakin membuat mereka bersyukur. Betapa beruntungnya orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Simaklah saat mereka bertanya kepada para penghuni neraka Saqar, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian.’ Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.’” (QS. 74: 42-48)
Hal di atas bisa kita ambil pelajaran. Bahwa para penghuni Saqar tersebut setidaknya memiliki empat kesalahan fatal.

Pertama, tidak mengerjakan shalat. Merupakan simbol keenganan untuk menundukan hati kepada Allah. Sebuah simbol keangkuhan. Simbol kesombongan yang sangat dimurkai oleh Allah, karena kebesaran hanya milik-Nya.

Kedua, tidak menunaikan zakat dan tidak menyayangi fakir miskin. Ini merupakan simbol kejahatan sosial. Menjadi sebuah akumulasi keburukan, setelah tak mampu menundukan kepala kepada Allah karena memusuhi fakir miskin dan kaum lemah berarti memusuhi Allah, Sang Pengasih yang sangat menyayangi mereka.

Ketiga, selalu membicarakan dan menggunjingkan kebatilan. Jika membicarakan sebuah kebatilan saja sudah dicela, apalagi kebatilan itu kemudian dipergunjingkan, disebarluaskan, dibisniskan. Maka merugi dan celakalah mereka yang mengambil keungtungan dibalik pergunjingan kebatilan ini.

Keempat, mengingkari adanya Hari Pembalasan. Jika Hari Pembalasan diingkari, maka orang-orang zhalim itu semakin menjadi–jadi. Tak ada lagi yang mereka takuti. Jika sangkaan mereka dibenarkan, maka berapa banyak orang-orang terzhalimi dan tertindas tak terlindungi. Lantas siapa yang akan membalas mereka? Kaum tertindas yang dijanjikan kemenangan dan pertolongan. Jika tak di dunia, mereka sangat mengharapkannya di akhirat. Sementara orang-orang zhalim itu ditangguhkan oleh Allah sampai datangnya Hari Pembalasan.

Di samping itu, hal ini menjadi dalil dan bukti bahwa ada dialog dan perbincangan yang terjadi pada penghuni surga dan neraka. Jika di surat ini penghuni surga menanyai penghuni neraka. Maka dalam surat lain para penghuni neraka meminta belas kasihan para penghuni surga yang sarat dengan berbagai kenikmatan.

“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), “Sesunguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami janjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?’ Mereka (penduduk neraka) menjawab, ‘Betul.’ Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumunkan di antara kedua golongan itu, ‘Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zhalim.’” [8].

Keterlambatan

Sangat aneh. Peringatan yang demikian jelas seperti di atas justru didustakan. “Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah).” (QS.74: 49). Padahal jika mereka mau menggunakan akalnya mereka takakan melakukan kebodohan itu. Karena hal tersebut hanya akan mendatangkan penyesalan kelak.

Kita telaah sejenak penggambaran Allah tentang kedunguan mereka,“Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari pada singa.” (QS.74: 50-51). Bukankah keledai adalah perumpamaan yang menghinakan? Binatang yang dungu, namun itu lebih baik karena ia tak memiliki akal untuk berpikir. Sementara orang-orang kafir itu diberi akal oleh Allah, tapi mereka tak mau menggunakannya. Jadi mereka lebih buruk dari keledai.

Peringatan yang diberikan Allah seharusnya mereka terima dengan lapang dada dan terbuka. Karena peringatan itu membuat dan menstimulus mereka untuk memperbaiki kualitas hidup dengan penghambaan yang benar kepada Allah. Tapi justru mereka lari menghindar, seperti menghindarnya keledai dari kejaran singa. Jika keledai tak mampu lari dari kejaran singa. Sanggupkah mereka lari dari takdir Allah? Menghindari keputusan dan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah? Atau dapakah mereka bersembunyi dari siksaan Allah yang telah menunggu mereka setelah Hari Perhitungan? Takakan ada yang bisa melarikan diri dari keputusan Allah!

Sebaik-baik Peringatan

“….Sesunguhnya al-Qur’an itu adalah peringatan. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.” (QS.74: 54-56)
Al-Qur’an yang dibawa Rasulullah saw merupakan pengingat terutama bagi mereka yang mau membacanya dan mau berusaha memahaminya serta menginginkan kebaikan darinya. Beruntunglah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah serta dimudahkan untuk berinteraksi dan memahami al-Qur’an dengan baik.

Karena al-Qur’an adalah pedoman langgeng serta aturan yang berlaku untuk manusia dimana saja, sepanjang masa. Ia merupakan salah satu mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw. Dan hingga sekarang kemurnian al-Qur’an masih tetap terjaga, berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya. Hal ini dikarenakan Allah menjaganya dari segala macam perubahan, penggantian, dan pengurangan isinya [9]. Sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw, al-Qur’an memiliki berbagai karakteristik yang mampu menunjukkan keagungannya. Di antaranya al-Qur’an sebagai kitab ilahy (wahyu dari Allah), kitab yang dijaga Allah, Mukjizat, jelas dan mudah dipahami, kitab agama yang integral (mencakup berbagai aspek kehidupan), kitab yang berlaku untuk sepanjang masa, dan kitab yang memiliki muatan humanisme [10].

Dan barang siapa yang mau berpegang teguh pada al-Qur’an maka ia akan lapang dalam menjalani hidup yang sarat dengan berbagai macam rintangan. Apalagi jika seorang nabi atau dai. Maka kedekatannya dengan Al-Qur’an menjadi spirit tersendiri yang akan menjadi ruh dan motivasi dakwahhnya. Wallâhu al-Musta’ân.
Catatan Kaki:
[1]  Imam Jalaluddin as-Suyuthi, al-itqân fi ‘Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M/1425 H, hal.21, Imam Badruddin az-Zarkasyi, al_Burhan fi Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Fikr, Cet.I, 1988 M/1408 H, Vol.I, hal 249
[2]  Syeikh Muhammad Ali ash-Shabuny, Ijazu al-Bayan fi Suar al-Qur’an, Cairo: Dar Ali ash-Shabuny, 1986 M/1406 H, hal 267-268
[3] Lihat Shafiurrahman al-Mubarakfury, Ar-Rahîq al-Makhtûm, edisi terjemah, Jakarta Pustaka al-Kautsar, Cet.II, Januari 2009, hal.65
[4]  Imam Ibnu Jarir at-Thabary, Jâmi’ al-Bayân, Beirut: Dar Ihya Turats a-Araby, Cet.I, 2001 M/1421 H, Vol.29, hal.176, juga Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah Vol.IV, hal.572
[5]  Shafiurrahman al-Mubarakfury, Ar-Rahîq al-Makhtûm, Op.Cit, hal.66
[6]  Tesis penulis, Kitab Lawami’ al-Burhan wa Qawathi’ al-Bayan fi Ma’any al-Qur’an li al-Ma’iny, Dirasah wa Tahqiq, Cairo: Universitas Al-Azhar, 2006 M, Vol.II, hal.738
[7] Ibid. Hal, 739
[8]  Lihat QS. Al-A’raf: 44
[9]  Lihat QS. Al-Hijr: 09
[10]  Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, Kaifa Nata’ âmal ma’a al-Qur’an, Beirut: Darusysyuruq, Cet.I, 1999 M/1419 H, hal 17


Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top