Trending
Loading...
  • New Movies
  • Recent Games
  • Tech Review

Tab 1 Top Area

Tech News

Game Reviews

Recent Post

Showing posts with label alkisah. Show all posts
Showing posts with label alkisah. Show all posts
Sunday, 21 September 2014
Mereka yang Tersungkur karena Al Qur'an

Mereka yang Tersungkur karena Al Qur'an

Kisah ini menceritakan seorang hamba Allah yang sangat peka terhadap firman Tuhannya. Pemahamannya terhadap Al Qur'an dan rasa takutnya terhadap Sang Pencipta menyebabkan hatinya sangat luluh terhadap Al Qur'an. Dia bisa jatuh tersungkur, menangis tersedu-sedu, pingsan, bahkan hingga meninggal karena mendengar lantunan Al Qur'an. Bukan dibuat-buat, tapi betul-betul buah dari ketakwaannya.


Barangkali merekalah orang yang dimaksud dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ
“Akan masuk surga sekelompok orang, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Ahmad 8382 & Muslim 2840)
Mereka orang yang hatinya sangat lunak, dipenuhi dengan ketakutan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana burung. Binatang yang sangat peka dan mudah kaget.
Diantara hamba Allah yang bisa mencapai derajat semacam ini adalah Ali bin Fudhail bin Iyadh rahimahullah. Beliau digelari qatiilul qur’an (orang yang ‘dibunuh’ Al Qur'an). Al Munawi dalam Faidhul Qadir (6/460) mengatakan:
وسمي علي بن الفضيل قتيل القرآن
“Ali bin Fudhail digelari qatiilul quran”
Beliau bukan ahlul bait. Bukan pula keturunan kerajaan. Beliau putra seorang ulama yang dikenal sangat zuhud, Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Diceritakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (2/302), dari Muhammad bin Bisyr Al Makki, beliau bercerita:
Pada suatu hari kami bernah berjalan bersama Ali bin Fudhail. Kemudian kami melewati daerah Bani Al Harits Al Makhzumi, yang pada saat itu ada seorang guru  yang sedang mengajar anak-anak. Kemudian sang guru membaca firman Allah:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)
Tiba-tiba Ali bin Fudhail langsung teriak dan jatuh pingsan. Datanglah ayahnya dan mengatakan: “Sungguh, dia terbunuh oleh Al Qur'an.”
Kemudian dia dibawa pulang. Salah seorang yang membawanya pulang bercerita bahwa Fudhail, ayahnya mengabarkan, Ali tidak bisa shalat pada hari itu, shalat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya. Pada tengah malam dia baru sadar.
Di lain kasus, Ibnu Qudamah menceritakan kisah seorang pemuda dalam kitabnya At Tawwabin. Seorang pemuda dari Al Azd. Beliau menghadiri majlis ilmu. Ketika beliau mendengar ada orang yang membaca firman Allah:
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. (QS. Ghafir: 18)
Tiba-tiba, beliau jatuh tersungkur, pingsan. Akhirnya dia diangkat di tengah keramaian banyak orang dalam kondisi pingsan.
Ya rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang lunak hatinya, dan mencintai mereka yang lunak hatinya.

Sumber : [http://kisahmuslim.com/]
Friday, 19 September 2014
Kisah Anak yang Melakukan Qiyamul lail

Kisah Anak yang Melakukan Qiyamul lail

Syekh Ibnu Zhafar al-Makki mengatakan,
“Saya dengar bahwa Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Busthamiradhiyallahu ‘anhu ketika menghafal ayat berikut:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil: 1-2)
Dia berkata kepada ayahnya, ‘Wahai Ayahku! Siapakah orang yang dimaksud Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Yang dimaksud ialah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai Ayahku! Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diwajibkan baginya tidak bagi umatnya.’ Lalu dia tidak berkomentar.”
“Ketika dia telah menghafal ayat berikut:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.’ (QS. Al-Muzzammil: 20)
Lalu dia bertanya, ‘Wahai Ayahku! Saya mendengar bahwa segolongan orang melakukan qiyamul lail, siapakah golongan ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Mereka adalah para sahabat –semoga ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu terlimpah kepada mereka semua.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai ayahku! Apa sisi baiknya meninggalkan sesuatu yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?’ Ayahnya menjawab, ‘Kamu benar anakku.’ Maka, setelah itu ayahnya melakukan qiyamul lail dan melakukan shalat.”
“Pada suatu malam Abu Yazid bangun, ternyata ayahnya sedang melaksanakan shalat, lalu dia berkata, ‘Wahai ayahku! Ajarilah aku bagaimana cara saya bersuci dan shalat bersamamu?’ Lantas ayahnya berkata, ‘Wahai anakku! Tidurlah, karena kamu masih kecil.’ Dia berkata, ‘Wahai Ayahku! Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya, saya akan berkata kepada Rabbku, ‘Sungguh, saya telah bertanya kepada ayahku tentang bagaimana cara bersuci dan shalat, tetapi ayah menolak menjelaskannya. Dia justru berkata, ‘Tidurlah! Kamu masih kecil’ Apakah ayah senang jika saya berkata demikian?’.” Ayahnya menjawab, ‘Tidak. Wahai anakku! Demi Allah, saya tidak suka demikian.’ Lalu ayahnya mengajarinya sehingga dia melakukan shalat bersama ayahnya.”

Sumber : [http://kisahmuslim.com/]

Khalifah Harun Al Rasyid Ketika Mendengar Al Qur'an

Khalifah Harun Al Rasyid Ketika Mendengar Al Qur'an

Dia adalah khalifah Abu Ja’far Harun bin al-Mahdi Muhammad bin al-Mansur Abu Ja’far Abdullah bin Muhmma bin Ali bin Abdullah bin Abbas al-Hasyimi al-Abbasi.
Dia termasuk raja terbaik pada masa kekhalifahan Abbasiah, terkenal dengan keshalehan, dan bijaksana, namun beliau juga seorang pemalu. Beliau pernah turut serta turun ke medan jihad dan berperang. Seorang laki-laki Quraisy yang pemberani, memiliki pendapat yang jitu, fasih bahasanya, berwawasan, dan memiliki kecakapan dalam tugas-tugas kenegaraan. Paza zaman pemerintahannya terjadi beberapa penaklukkan, di antaranya penaklukkan kota Heraclitos. Beliau meninggal saat berperang di Khurasan pada tahun 193 H (Siyar A’lam an-Nubala).
Ubaidillah al-Qawariri berkata, “Ketika Harun al-Rasyid bertemu dengan Fadhil, Fadhil berkata kepadanya, ‘Wahai orang tampan, engkaulah yang bertanggung jawab atas umat ini’.”
Laits juga berkata kepada kami (dari Mujahid), “Dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS. Al-Baqarah: 166) Fadhil berkata, ‘Maksudnya adalah hubungan yang ada di antara manusia di dunia.’ Lalu Khalifah Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu. Keadaan hari itu benar-benar hadir dalam benaknya dan mempengaruhi jiwanya.
Tafsir Ayat:
Ibnu Jarir berkata, “Interpretasi yang benar terhadap firman AllahSubhanahu wa Ta’ala, ‘Dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali, adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala meberi tahu bahwa orang-orang kafir yang menzhalimi diri mereka sendiri dan mati dalam keadaan kafir, mereka akan terputus dari segala harta benda dan semua pengikut dan pembela yang setia kepada mereka. Dengan demikian mereka bertanggung jawab segala amal mereka sendiri karena terputusnya hubungan ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tahu dalam kitab-Nya bahwa sebagian dari mereka akan saling melaknat lainnya. Setan akan berkata kepada para pengikutnya ‘Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku.’ (QS. Ibrahim: 22). Mereka akan saling bermusuhan pada hari itu kecuali orang-orang yang bertakwa.
Alla Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّا كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ {34} إِنَّهُم كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ {35}
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, ‘Kenapa kamu tidak tolong-menolong?’” (QS. Ash-Shaffat: 24-25)
Seorang diantara mereka tidak dapat mengambil manfaat (pertolongan) dari keturunan dan kerabatnya, meskipun keturunannya adalah wali AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَاكَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).
Allah juga memberitahu bahwa amal-amal mereka akan menjadi penyesalan bagi mereka, karena semua yang akan mereka terima di akhirat merupakan akibat atas perbuatan mereka di dunia. Pemutusan amal dan pahala bagi orang-orang kafir dikarenakan oleh perbuatannya yang cenderung menyalahi kewajiban untuk taat kepada-Nya atau bertentangan dengan ridha-Nya.
Jadi, tidak ada kerabat yang dapat menolong mereka saat kembali menghadap Allah. Para kerabat tidak dapat membela mereka dari balasan yang Allah timpakan. Itulah maksud hubungan bagi orang-orang kafir akan terputus.
Kisah lainnya, suatu hari Khalifah Harun al-Rasyid duduk-duduk bersama para sahabat dan para menterinya, tiba-tiba datang seorang Yahudi yang mengatakan, “Bertakwalah engkau kepada Allah!”
Serta merta Harun al-Rasyid turun dari tempat duduknya dan bersujud kepada Allah. Para sahabat dan para menterinya mengatakan, “Ini orang Yahudi, tidak perlu dipedulikan ucapannya.” Mungkin menurut para sahabat beliau orang Yahudi ini hanya cari gara-gara, karena dia sendiri sangat jauh dari ketakwaan kepada Allah, hal itu terbukti dengan kekafirannya.
Namun Harun al-Rasyid mengatakan, “Aku takut termasuk dalam ayat
وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِاْلأِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Dan apabila dikatakan kepadanya: ‘Bertakwalah kepada Allah’, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al-Baqarah: 206)
Demikianlah keadaan Harun al-Rasyid, seorang khalifah yang mulia, yang kekuasaannya terbentang luas dari daratan Benua Asia hingga ujung Benua Afrika, akan tetapi dengan kemuliaan tersebut beliau tetaplah seorang yang rendah hati dan sangat takut kepada Allah. Bagaimana dengan kita yang kekuasaan sejengkal bumi pun tidak kita miliki, akan tetapi hati kita begitu keras, jauh dari ketundukan dan rasa takut kepada Allah. Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita untuk mengamalkan apa yang Dia cintai dan ridhai.

[http://kisahmuslim.com/]
Kisah, Al Qur'an Melunakkan Hati Yang Keras

Kisah, Al Qur'an Melunakkan Hati Yang Keras

Kisah berikut ini adalah kisah tentang seseorang yang memiliki hati yang keras, mudah membunuh, zalim, dan sifat-sifat kejam lainnya, kisah ini adalah kisah Hajjaj bin Yusuf.
Hajjaj adalah gubernur Irak di zaman pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, sebelumnya ia adalah gubernur Madinah. Hajjaj dikenal sebagai pemimpin zalim dan sangat mudah menumpahkan darah rakyatnya. Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Dia orang yang sangat zalim, tiran, amibisius, perfeksionis, nista, dan kejam. Di sisi lain ia adalah seorang yang pemberani, ahli strategi dan rekayasa, fasih dan pandai bernegosiasi, serta sangat menghormati Alquran.” Ada yang mengatakan, Hajjaj telah membunuh kurang lebih 3000 jiwa di antara nyawa yang ia hilangkan adalah seorang sahabat yang mulia Abdullah bin Zubair dan seorang tabi’in Said bin Jubair. Hajjaj wafat pada tahun 95 H.
Dengan rekam jejak yang kelam itu, sangat jarang kita mendengarkan kisah yang baik dari perjalanan kehidupan Hajjaj bin Yusuf. Namun siapa sangka, ternyata ia sangat mudah tersentuh ketika mendengar ayat-ayat Alquran.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id, ia berkata, “Hajjaj pernah berkhutbah di hadapan kami, dia berkata, ‘Wahai anak Adam, sekarang kamu dapat makan, tapi besok kamu akan dimakan’. Kemudian dia membaca ayat, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185). Kemudian ia menangis hingga air matanya membasahi surbannya. Inilah bahasa Alquran, inilah kalamullah, yang mampu menghancurkan gunung yang kokoh, karena takut dan tunduk kepada Allah.
لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ
Seandainya Alquran ini Kami turunkan kepada gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. (QS. Al-Hasyr: 21)
Tafsir ayat:
Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan sebuah kabar umum yang universal dan berlaku bagi seluruh makhluk, bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dalam firman-Nya disebutkan,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فانٍ . وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS. Ar- Rahman: 26-27)
Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, yang akan abadi dan kekal, dan Dia adalah Maha Akhir sebagaimana Dia yang Maha Awal.
Ayat ini mengandung peringatan bagi seluruh manusia, karena manusia pasti akan mati. Apabila batas waktunya berakhir, maka manusia akan dikembalikan kepada Rabb mereka dengan amalan mereka masing-masing. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kiamat dan akan membalas seluruh amal perbuatan semua makhluk. Oleh karena itu, setelah berfirman bahwa semua manusia akan mati, Allah lanjutklan firman-Nya
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran : 185)
Pelajaran dari kisah:
  1. Orang yang dikenal sangat zalim pun masih menangis mendengar ayat-ayat tentang kematian, bagaimana dengan kita? Apakah hati kita merasa takut dan bergetar ketika mendengar ayat-ayat tentang kematian? Atukah hati kita lebih keras dari pada gunung?
  2. Tidak boleh men-cap seseorang yang senantiasa berbuat keburukan sebagai penghuni neraka. Sebagaimana Hajjaj -kita serahkan kepada Allah keadaannya di akhirat-, dikatakan Hajjaj pernah berdoa di akhir hayatnya “Ya Allah ampunilah aku, walaupun manusia menyangka Engkau tidak mengampuniku.”
  3. Allah menjadikan Alquran itu mudah untuk ditadabburi bagi orang-orang yang ingin merenungkan kandungan maknanya.
  4. Seseorang hendaknya mengamalkan apa yang ia ketahui dan ia dakwahkan. Sebagaimana Hajjaj yang mengetahui bahwa Allah akan menghisab amalan manusia, hendaknya ia berbuat kebaikan sebagai realisasi dari apa yang ia ketahui dan yakini.
  5. Hajjaj memang pemimpin yang zalim dan mudah membunuh, tapi dari sisi keyakinannya terhadap Alquran ia lebih baik daripada orang-orang liberal yang tampil bersahaja namun mengingkari ayat Alquran yang bertentangan dengan akal mereka dan menafsirkannya sesuai dengan hawa nafsu mereka.

[http://kisahmuslim.com/]
Wednesday, 17 September 2014
Husnul Khatimahnya Seorang Pembaca Al Qur'an

Husnul Khatimahnya Seorang Pembaca Al Qur'an

Ada seorang yang shalih membiasakan diri membaca Al Quran Al Karim sebanyak sepuluh juz setiap hari. Pada suatu hari dia sedang membaca surat Yasin. Sehingga, ketika dia sampai pada ayat:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Maka, ruhnya melayang ke langit. Sahabat-sahabatnya yang ada di sekitarnya pun heran dan berkata, “Laki-laki ini adalah orang shalih, bagaimana mungkin hidupnya diakhiri dengan ayat ini:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Setelah dia dimakamkan, seseorang yang shalih lainnya memimpikannya di dalam tidur. Dia berkata kepadanya, “Wahai Fulan! Hidupmu diakhiri dengan ayat:
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yasin: 24)
Bagaimana kondisimu sekarang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Lantas dia menjawab, “Ketika kalian telah menguburkanku dan meninggalkanku, datanglah dua malaikat. Keduanya bertanya kepadaku dengan mengatakan, ‘Siapa Rabbmu?’ Lantas saya menyempurnakan bacaan surat tersebut. Saya pun menjawab:
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.” (QS. Yasin: 25)
Dikatakan:
“Masuklah ke surga.”
Dia berkata:
Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan“. (QS. Yasin: 26-27)

Sumber: [Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1][http://kisahmuslim.com/]
Tuesday, 16 September 2014
Pengaruh Al Qur'an Al 'Adzhim Terhadap Orang - Orang Shalih (Bagian 2)

Pengaruh Al Qur'an Al 'Adzhim Terhadap Orang - Orang Shalih (Bagian 2)

Manshur bin Ammar berkata, “Saya memasuki kota Kufah. Pada saat saya sedang berjalan di kegelapan malam, tiba-tiba saya mendengar tangisan seseorang dengan suara yang penuh gelisah dari dalam rumah. Orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku! Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, saya tidak bermaksud menentang-Mu dengan berbuat maksiat kepada-Mu. Akan tetapi, saya berbuat maksiat karena kebodohanku. Lantas sekarang siapa lagi yang dapat menyelamatkanku dari siksa-Mu? Dengan tali siapa saya berpegang teguh jika Engkau memutus tali-Mu dari diriku. Aduh alangkah banyak dosaku.. Aduh tolonglah… Ya Allah!” Manshur bin Ammar berkata,
“Ucapan orang tersebut membuatku menangis, lalu saya berhenti dan membaca ayat berikut:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’ (QS. At-Tahrim: 6)
Tiba-tiba saya mendengar teriakan keras dan gemetar lelaki tersebut. Saya pun berhenti hingga suara lelaki itu pun terputus dan saya pun berlalu. Di pagi harinya saya mendatangi rumah lelaki tersebut, ternyata saya mendapatinya telah meninggal dunia dan orang-orang sedang merawat jenazahnya. Di sana terlihat seorang nenek yang sedang menangis, lalu saya menanyakan tentang siapakah perempuan tua tersebut. Ternyata ia adalah ibunya, kemudian saya menghampirinya dan saya bertanya mengenai tingkah laku anaknya, lalu perempuan tua tersebut menjawab, “Dia berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan bekerja mencari rezeki yang halal. Lalu ia membagi tiga hasil dari kerjanya. Sepertiga untuk dirinya sendiri, sepertiga lagi untuk membiayaiku, dan sepertiga lainnya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang melewatinya sambil membaca suatu ayat, ia pun mendengar ayat tersebut lalu meninggal dunia.”
Diriwayatkan bahwa Mudhar ia adalah seorang qari sedang membaca ayat ini:
(Allah berfirman): “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Jatsiyah: 29)
Lantas Abdul Wahid bin Zaid menangis ketika mendengar ayat tersebut sampai pingsan. Ketika telah siuman, ia berkata, “Demi kemuliaan-Mu dan keagungan-Mu saya tidak akan berbuat maksiat kepada-Mu dengan segenap kemampuanku untuk selamanya. Oleh karena itu, berilah saya pertolongan untuk melakukan ketaatan kepada-Mu dengan pertolongan-Mu.”
Kemudian ia mendengar seseorang membaca ayat berikut:
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28)
Lalu ia meminta agar si pembaca ayat tersebut mengulangi kembali dan bertanya, “Berapa kali saya mengucapkan irji’i.” Ia pun pingsan lantaran takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siksa-Nya. Ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperbaiki diri setelah itu. Maha benar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berfirman:
Sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (QS. Al-Hayr: 21)
Zirarah bin Auf menjadi iman bagi orang banyak saat shalat Subuh. Tatkala ia membaca ayat:
Maka apabila sangkakala ditiup, maka itulah hari yang serba sulit.” (QS. Al-Muddatstsir: 8)
Maka, ia terjatuh dalam keadaan telah meninggal dunia. Semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala merahmatinya.
Dan ketika firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini telah diturunkan:
Dan sungguh, Jahannam itu benar-benar (tempat) yang telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semuanya.” (QS. Al-Hijr: 43)
Maka, Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menjerit satu jeritan, lalu ia meletakkan tangan di atas kepalanya dan pergi tak tentu arah selama tiga hari.

Sumber: [Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1][http://kisahmuslim.com/]
Pengaruh Al Qur'an Al 'Adzhim Terhadap Orang - Orang Shalih (Bagian 1)

Pengaruh Al Qur'an Al 'Adzhim Terhadap Orang - Orang Shalih (Bagian 1)

Manshur bin Ammar melihat seorang pemuda sedang melaksanakan shalat seperti shalatnya orang-orang yang takut, lalu ia memanggil pemuda tersebut, “Hai anak muda! Apakah engkau pernah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Tatkala ia mendengar ayat ini, maka ia langsung jatuh pingsan. Ketika telah siuman ia berkata, “Berilah aku tambahan lagi.” Lantas Manshur berkata, “Bukankah engkau tahu bahwa di Neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut api yang bergejolak yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama).” Maka, ia pun tidak mampu memikul nasihat ini, lalu ia jatuh dan meninggal dunia.
Selanjutnya dadanya dibuka. Ternyata ditemukan dadanya bertuliskan, “Sesungguhnya dia berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat.”
Manshur melanjutkan ceritanya, “Lalu saya tidur sambil memikirkan kondisi pemuda tersebut. Di dalam tidur, saya melihatnya sedang berjalan dengan lagak yang bagus di dalam surga. Di atas kepalanya terdapat mahkota kehormatan. Kemudian saya bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau dapat memperoleh derajat seperti ini?” lalu ia berkata kepadaku, “Bukankah engkau pernah membaca firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS. Al-Qamar: 54-55)
Wahai Ibnu Ammar! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepadaku pahala pasukan Badr, bahkan lebih banyak lagi. Lalu saya bertanya kepadanya, “Mengapa bisa seperti itu?” Ia menjawab, “Karena pasukan Badr gugur dengan pedang orang-orang kafir. Sedangkan saya meninggal dunia dengan pedang Dzat Yang Maha Merajai dan Maha Perkasa, yaitu Alquran Al-Karim.”
Dihikayatkan dari Masruq radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah mendengar seseorang sedang membaca ayat berikut:
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Pengasih sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 85-86)
Lantas ia bergetar, menangis, dan berkata kepada orang yang membaca ayat tersebut, “Ulangi lagi untukku!” Maka, ia pun terus-menerus mengulangi ayat tersebut, sementara Marsuq menangis sehingga ia jatuh dan meninggal dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alamerahmatinya. Ia termasuk orang-orang yang meninggal dunia lantara Alquran.

Friday, 12 September 2014
Kisah Diterimanya Haji Sebelum Berangkat Ke Tanah Suci

Kisah Diterimanya Haji Sebelum Berangkat Ke Tanah Suci

Ini kesekian kalinya Abdullah bin Mubarak menunaikan ibadah haji. Setelah thawaf, ulama besar tabi’ut tabi’in yang lahir pada 118 H itu bermimpi. Ia melihat dua malaikat yang turun dari langit sedang bercakap-cakap.
“Berapa jumlah umat Islam yang menunaikan haji pada tahun ini?” tanya salah seorang malaikat.
“600.000 jama’ah haji,” jawab malaikat yang lain, “sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang diterima hajinya”
Dalam mimpi itu, Abdullah bin Mubarak merasa terperangah. Jumlah sebanyak itu tak ada yang diterima? “Padahal jama’ah haji ini datang dari berbagai negeri. Mereka sudah mengeluarkan banyak uang, melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan. Bagaimana mungkin semuanya tidak diterima?” Ibnu Mubarak menangis.
“Namun…” lanjut malaikat, “Ada satu orang yang hajinya diterima. Namanya Ali bin Muwaffaq, seorang penduduk Damaskus yang berprofesi sebagai tukang sepatu. Sebenarnya ia tidak jadi berangkat haji, tetapi Allah menerima hajinya dan mengampuni dosanya. Bahkan berkat dia, seluruh jama’ah haji yang sekarang ada di tanah suci ini diterima hajinya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Abdullah bin Mubarak sangat bahagia. Ia bersyukur, hajinya dan haji seluruh jama’ah diterima. Sayangnya, Abdullah bin Mubarak terbangun sebelum mendengarkan dialog malaikat berikutnya. Sehingga ia pun tidak mengetahui lebih lanjut siapa orang mulia yang karenanya haji ratusan ribu orang ini diterima.
Musim haji selesai, rasa penasaran Abdullah bin Mubarak semakin menjadi. Maka ia pun memutuskan untuk pergi ke Damaskus, mencari seorang lelaki yang hajinya diterima sebelum ia datang ke tanah suci.
Damaskus bukanlah kota kecil. Alangkah susahnya mencari seseorang yang hanya diketahui nama dan profesinya, tanpa diketahui alamatnya. Namun dengan izin Allah, setelah berusaha dan bertanya ke sana kemari, akhirnya Abdullah bin Mubarak dapat menemukan rumah orang yang bernama Ali bin Muwaffaq.
“Assalamu’alaikum,” kata Abdullah bin Mubarak di depan rumah itu.
“Wa’alaikum salam”
“Benarkah ini rumah Ali bin Muwaffaq, tukang sepatu?”
“Ya, benar. Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya Abdullah bin Mubarak, sewaktu haji saya bermimpi dua malaikat bercakap-cakap bahwa seluruh jama’ah haji tidak diterima hajinya kecuali Ali bin Muwaffaq, tukang sepatu dari Damaskus. Padahal Ali bin Muwaffaq tidak jadi berangkat haji. Lebih dari itu, Allah akhirnya menerima haji seluruh jama’ah berkat Ali bin Muwaffaq” mendengar itu Ali bin Muwaffaq sangat terkejut, hingga jatuh pingsan.
Setelah ia sadar, Abdullah bin Mubarak menceritakan kisahnya lebih lengkap. “Amal apakah yang telah engkau lakukan sehingga Allah menerima hajimu padahal engkau tidak jadi berangkat ke tanah suci?”
“Ya, aku memang tidak jadi berangkat haji. Sungguh anugerah dari Allah jika Allah mencatatku sebagai orang yang hajinya diterima. Sebenarnya aku telah menabung sejak lama, hingga terkumpullah biaya haji. Namun suatu hari, sebelum aku berangkat ke tanah suci, aku dan istriku mencium masakan yang sedap. Istriku yang sedang mengandung jadi sangat ingin masakan itu. Lalu kucari sumbernya, ternyata dari tetanggaku. Aku katakan maksudku, namun ia malah menjawab, ‘Sudah beberapa hari anakku tidak makan. Hari ini aku menemukan keledai mati tergeletak, lalu aku memotong dan memasakknya menjadi masakan ini. Makanan ini tidak halal untuk kalian.’ Mendengar itu, aku merasa tertampar sekaligus sangat sedih. Bagaimana mungkin aku akan berangkat haji sedangkan tetanggaku tidak bisa makan. Maka kuambil seluruh uangku dan kuserahkan padanya untuk memberikan makan anak dan keluarganya. Karena itu, aku tidak jadi berangkat haji.”
Abdullah bin Mubarak terharu. Bulir-bulir air mata membasahi pipi ulama itu. “Sungguh pantas engkau menjadi mabrur sebelum haji. Sungguh pantas hajimu diterima sebelum engkau pergi ke tanah suci,” kata Abdullah bin Mubarak kepada Ali bin Muwaffaq.

Sumber :[http://kisahikmah.com/]
Thursday, 11 September 2014
Kisah Penggembala Kambing yang Hafal Al-Quran (Bagian 2)

Kisah Penggembala Kambing yang Hafal Al-Quran (Bagian 2)

Mulai Menghafal Al-Quran
Pada setiap pagi setelah shalat subuh aku menghafal ayat-ayat al-Quran sebanyak dua lembar. Setelah mengembala kambing, dan hendak pulang ke kemah, aku mengulang kembali hasil hafalanku yang kudapat pagi tadi, lalu hafalan itu diulang kembali pada keesokan harinya.
Keesokan harinya, sebelum berangkat menggembala kambing, aku mengulangi hafalanku yang kemarin. Apabila hafalanku yang kemarin itu sudah mantap, maka aku mulai menambah hafalanku dengan ayat-ayat yang baru. Hal yang sama juga aku lakukan ketika pulang ke kemah, yakni mengulangi kembali hasil hafalanku pagi tadi dan mengulang kembali hafalan hari ini pada keesokan harinya lagi. Adapun hari Kamis dan Jum’at aku khususkan untuk mengulang semua hafalanku.
Pada saat beristirahat, salah seorang temanku -yang menceritakan kisah ini kepada Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri- bertanya sambil terheran-heran,  “Kamu tidak memiliki radio dan televisi. Kamu juga tidak membaca koran, lalu bagaimana kamu mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Kamu benar-benar terpisah dari dunia luar.”
Sambil membetulkan posisi duduk, aku katakan, “Sungguh, rasa khawatirku terhadap sesuatu menjadi berkurang. Pada waktu kosong ini, aku sibuk memeriksa penyakit kambing-kambingku atau menjahit bajuku yang sobek. Inilah kejadian-kejadian yang luar biasa bagi diriku. Adapun kabar terhangat adalah kabar yang disebutkan dalam firman Alah Ta’ala, Tuhan semesta alam. Sementara itu, peristiwa yang paling agung adalah peristiwa diutusnya para nabi beserta orang-orang beriman yang mengikutinya, bagaimana dakwah mereka dan cobaan yang menimpa mereka. Bagi saya, berita-berita yang ada koran dan majalah tidak begitu penting. Biarlah saya menyibukkan diri dengan kabar yang datang dari Tuhan yang disembah para makhluk di dunia ini.”
Subhanallah, sungguh kuat keinginan si pengembala kambing ini untuk mengisi hari-harinya dengan al-Quran. Kesibukan bekerja bukanlah sebuah alasan baginya untuk tidak menghafal al-Quran. Hal yang terpenting bagi kita adalah berniat sepenuh hati untuk menghafal al-Quran, lalu melaksanakannya, kemudian istiqamah (kosisten) menjalaninya.
Seharusnya, kecanggihan teknologi pada masa ini kita manfaatkan untuk menghafal Al-Quran. Pada masa dahulu, barangkali cuma ada kaset atau cakram padat (CD) yang bisa kita dengarkan untuk menghafal atau mengulang hafalan Al-Quran. Pada masa sekarang, banyak rekaman para qari Timur Tengah maupun dalam negeri dalam format MP3 yang bisa kita unduh dari situs resmi, lalu kita simpan dalam telepon genggam, sehingga bisa didengar kapan pun kita inginkan. Daripada mendengarkan musik yang hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama, lebih baik mendengar tilawah Al-Quran. Mengerti atau tidak maknanya, Anda sudah mendapatkan pahalanya.
Jangan terpengaruh oleh ucapan orang, “Untuk apa menghafal Al-Quran, toh kamu tidak mengerti.” Atau, “Yang penting adalah mengamalkan Al-Quran, bukan sekadar menghafalnya.”
Itu hanya ucapan orang-orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Dia tidak tahu bahwa membaca dan menghafal itu pintu pertama untuk mengerti dan mengamalkan Al-Qur`an. Bukankah waktu kecil dulu kita disuruh membaca dan menghafal bacaan shalat secara sempurna tanpa mengetahui maknanya sama sekali? Atau bahkan sebagian dari kita masih belum mengerti apa yang dia baca sampai sekarang?
Tunggu apalagi, marilah kita menghafal Al-Quran selagi hayat masih di kandung badan. Berusaha untuk menghafal Al-Quran dengan membacanya berarti kita memperbanyak satu ibadah lainnya, yakni menyeringkan bacaan Al-Quran. Banyak hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kita untuk membaca Al-Quran, di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili, yang mana dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafaat kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya (kepada orang lain).”(HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).




Sumber :[http://www.hidayatullah.com/]
Kisah Penggembala Kambing yang Hafal Al-Quran (Bagian 1)

Kisah Penggembala Kambing yang Hafal Al-Quran (Bagian 1)

SEORANG penggembala kambing, sebut saja namanya Urwah, dari negara Kuwait menceritakan kisahnya seperti yang ditulis oleh Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri dalam kitabnya “Auladuna, Kaifa Yahfazhunal Qur`an.Berikut adalah kisahnya.
Pada saat berangkat, aku merasakan dua hal yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi aku merasa sedih karena harus berpisah dengan keluarga di kampung, namun di sisi lain aku merasa senang karena bisa pergi ke Arab Saudi. Ini kali pertama aku masuk bandara dan berpergian dengan pesawat terbang. Perasaan pun bercampur aduk, antara gembira, sedih, dan rasa takut. Semuanya aku rasakan saat itu.
Aku tidak sempat memikirkan tentang pekerjaan dan di mana aku akan bekerja setelah mendapatkan panggilan dari seseorang di Arab Saudi. Bagiku yang hanya lulusan SMA ini, diterima bekerja di Arab Saudi saja adalah sesuatu yang hebat; karena jarang bagi kalangan menengah ke bawah di kampungku untuk pergi ke luar negeri. Apapun pekerjaannya, yang penting halal dan hasilnya dapat aku tabung untuk kembali ke Kuwait.
Tak terasa, muncul dalam pikiranku tentang pakaian ihram yang ingin aku gunakan pada musim haji dan cita-citaku untuk menghafal al-Quran selama berada di Arab Saudi. Inilah cita-citaku semenjak lama. Sungguh aku akan berusaha menghadapi semua kesulitan untuk menggapai cita-citaku itu.
Perasaan takut lalu berubah menjadi tenang ketika aku tenggelam bersama cita-citaku tersebut. Namun, pikiranku seketika buyar bersamaan dengan datangnya seorang petugas bandara yang meminta paspor. Aku lalu menyerahkan pasporku kepadanya. Petugas itu bertanya,
“Apa pekerjaanmu? Penggembala kambing?”
“Iya.“
Aku jawab dengan tegas pertanyaannya.
Setelah mengambil barang bawaan, aku keluar bandara. Aku melihat namaku yang tertulis di kertas besar dibawa oleh seseorang. Ternyata, dia adalah majikanku. Dia menyambutku dengan senyuman.
Setelah itu, aku masuk mobil majikanku yang tengah parkir di sana. Aku melihat lampu kota dari kejauhan yang perlahan menghilang seiring dengan laju kendaraan yang membawa kami. Pertanyaan demi pertanyaan datang silih berganti dari majikanku. Berapa tahun kamu pernah menggembala kambing? Apakah engkau dapat mengenali penyakit-penyakit kambing? Dan banyak pertanyaan lainnya.
Setelah pertanyaan-pertanyaan yang banyak, rasa kantuk mulai menguasaiku. Majikanku mulai memberikan nasihat-nasihat, “Jangan kamu putus asa! Janganlah kamu takut! Kamu harus bersemangat dan bersungguh-sungguh.”
Kami sampai di kemah kecil setelah melalui jalan-jalan yang berliku. Kemudian majikanku berkata, “Inilah tempat tinggalmu.” Aku merasa senang dengan tempat yang luas serta suasana yang tenang dan indah. Kemahku berada di dataran tinggi yang dikelilingi oleh tumpukan jerami dan gandum. Dalam kemahku yang sederhana terdapat sebuah ruangan kecil yang berfungsi sebagai dapur.
Pagi harinya, aku menunaikan shalat Subuh setelah terbangun dari tidurku yang pulas karena baru pertama kali melakukan perjalanan yang jauh.
Hari Pertama Mengembala
Pengembala kambing, ya tetap pengembala kambing. Aku tidak menyesal bekerja sebagai pengembala kambing lagi di negeri yang jauh dari negeriku. Meskipun di negaraku juga bisa mengembala kambing, tapi seperti yang aku katakan, cita-citaku ke Arab Saudi adalah menunaikan ibadah haji dan menghafal Al-Qur`an hingga 30 juz.
Aku memulai hari pertamaku bekerja. Aku lihat kambing gembalaanku satu persatu, lalu aku membiarkannya berjalan di depan, dan aku mengikutinya sambil membawa bekal untuk makan siang nanti. Aku tunggangi pungung kudaku dan berdoa seperti yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala,
“Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya ”(QS. Az-Zukhruf: 13)
Debu-debu beterbangan dari bekas pijakan kaki kambing yang sedang berjalan dengan perlahan. Aku hidup di gurun, bukan di tanah subur yang mana seseorang bisa mengembalakan kambingnya dengan mudah. Memang butuh perjuangan yang hebat untuk mencari tempat pengembalaan kambing.
Dari kejauhan, sebuah kemah mulai terlihat. Kemah itu adalah tempat tinggal pengembala kambing yang juga bekerja dengan majikanku. Di sana ada beberapa orang yang tengah beristirahat. Sesampai di sana, setelah memperkenalkan diri kepada teman-teman dengan profesi yang sama, aku langsung berwudhu, lantas mengumandangkan azan untuk shalat Zuhur. Gema suara azanku terdengar di sekeliling kami. Setelah merasa aman karena kambing-kambing gembalaan berada tidak jauh dariku, maka aku mengerjakan shalat berjamaah. Setelah itu, aku meneruskan perjalananku yang jauh.
Dalam perjalanan, aku teringat akan keluargaku dan penduduk kampungku. Aku teringat pula waktu awal menghafal Al-Quran di negeriku. Yang paling kuingat adalah ucapan ayahku. Beliau berpesan agar aku menghafal Al-Qur`an hingga khatam. Aku berkata dalam hati, “Ini adalah kesempatan yang tak tergantikan dengan apa pun dan merupakan ‘harta rampasan’ yang didapat tanpa susah payah, karena aku tidak mempunyai kesibukan yang menghalangiku untuk melaksanakan pesan ayahku itu.”
Tatkala tiba waktu pulang, aku telah mengambil sebuah keputusan yang sangat penting, yaitu aku akan mulai menghafal Al-Quran selama di Arab Saudi ini, Insya Allah. Ya, aku akan menghafal Al-Qur`an. Aku bersyukur kepada Allah atas petunjuk-Nya dan atas waktu yang kosong ini. Lagi pula, pekerjaanku berada di luar kota yang jauh dari kebisingan. Walaupun kehidupan di sini sulit dan keras, tetapi aku merasa senang karena tidak ada waktu untuk bergunjing, mengadu domba, dan memfitnah orang lain. Suasana pekerjaanku sangat kondusif dan jauh dari semua hal-hal yang tidak berguna.
Kemudian aku pulang ke kemahku dengan kelelahan. Sebelum masuk kemah, domba dan kambing terlebih dahulu digiring menuju ke sumber air. Kemudian aku mengambil air wudhu dan mengumandangkan azan Maghrib di kemahku. Bersama teman-teman yang lain aku mengerjakan shalat maghrib berjamaah.
Inilah hari pertamaku kerja di negeri ini dan demikianlah hari-hariku yang lain, kecuali hari Jum’at; karena pada waktu itu aku melakukan shalat Jum’at.
Hari demi hari berlalu dan tibalah musim haji. Majikanku yang baik hati mengizinkanku pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Singkat cerita, setelah selesai, aku kembali ke tempat majikanku yang berada di wilayah timur negara Arab Saudi. Aku sudah berterus terang kepada majikanku bahwa tujuan utamaku ke Arab Saudi selain untuk bekerja adalah melaksanakan ibadah haji. Namun, dia menanggapinya dengan senyuman seraya berkata, “Bersabarlah sebentar, tinggallah beberapa bulan lagi di sini.”
Oleh karena itu, tidak ada hal lain lagi yang kuharapkan selain menuntaskan hafalan al-Quran. Maka dengan sungguh-sungguh aku membulatkan tekadku untuk itu. Aku selalu berusaha, bersabar, dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikanku petunjuk-Nya untuk menghafal al-Quran sehingga akhirnya Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya, yang mana aku dapat mengkhatam hafalan Al-Quran sekitar 10 bulan lebih semenjak datang ke Arab Saudi. Apakah engkau ingin mengetahui bagaimana aku bisa menghafal al-Quran?

Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top