Trending
Loading...
Monday, 2 June 2014

Mushaf dan Lautan



Pada suatu pagi,— hari Jum'at di Iskandaria— saya berjalan-jalan menyusuri tepi pantai Iskandaria untuk menikmati semilir angin pantai. Saya mencari-cari tempat yang nyaman untuk duduk menghadap ke lautan lepas, seperti juga dilakukan oleh banyak pasangan muda suami-istri. Mereka tampak begitu asyik berada di tempat itu. Tangan mereka saling bergandengan dan mereka pun larut dalam perbincangan yang hangat. Dari jauh saya melihat seorang pemuda. Umurnya belum lebih dari tiga puluh tahun. Ia berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan arah langkahku. Dua matanya selalu melihat ke tanah dan tangan kanannya sesekali memegang jenggotnya yang panjang.

Saya melempar pandang ke sekitar, kudapati sekelompok orang yang duduk-duduk membelakangi laut. Kini di antara mereka ada seorang pemuda yang tampak sangat tenang dan berwibawa. Ketika mengetahui ada tempat yang kosong di tengahtengah orang banyak ini, ia pun menuju ke tempat itu lalu duduk. Tentu saja yang kaget bukan hanya saya, tetapi juga semua orang yang ada di situ. Kekagetan yang bercampur dengan perasaan tidak enak atas suasana ini, yang tidak pas dengan keberadaan anak muda itu di sini.

Pandanganku terus tertuju kepadanya sembari mencari kejelasan apa sesungguhnya yang la inginkan, atau minimal bagaimana reaksinya. Saya dapati wajahnya begitu dingin, tidak peduli dengan sekitarnya. Ia pun mulai mengeluarkan mushaf kecil dari jubahnya, dan tanpa memandang sekitar ia segera saja membacanya tanpa suara. Ia begitu asyik dan tak hirau dengan apa pun. Ia tidak memperhatikan kecuali dua hal: mushaf dan laut.

Saya menunggu sejenak  untuk mengetahui akhir dari fragmen itu. Mulailah saya menyaksikan dampaknya. Tangan-tangan yang bergandengan mulai lepas satu persatu, tubuh yang berdekatan mulai saling menjauh. Hanya itu, tanpa meninggalkan tempat tersebut. Seolah mereka ingin menunjukkan bahwa mereka tidak membenci keberadaan pemuda ltu, namun di saat yang sama mereka juga merasa malu atas apa yang mereka jalani. Mereka tidak lagi melanjutkan apa yang mereka lakukan tadi. 

Sungguh, betapa dakwah dengan diam yang dilakukan pemuda itu jauh lebih kuat dampaknya dan kata-kata apa pun.

sumber : kitab ath-thoriq ilal qulub (perjalanan menuju hati) karangan syaikh abbas as-sisi. seorang da'i dari mesir

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top