Trending
Loading...
Tuesday, 18 March 2014

Hadis Arbain ke 4 (Hadits tentang Penciptaan Manusia)


Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, Rasulullah saw. yang jujur dan terpercaya bersabda kepada kami, “Sesungguhnya penciptaan kalian dikumpulkan dalam rahim ibu, selama empat puluh hari berupa nuthfah (sperma), lalu menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudlghah (segumpal daging) selam itu pula. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan mencatat 4 (empat) perkara yang telah ditentukan, yaitu: rizky, ajal, amal dan sengsara atau bahagianya.
Demi Allah, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya ada di antara kalian yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni surga sehingga jarak antara dia dengan surga hanya sehasta (dari siku ke ujung jari), namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada juga yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni surga maka ia pun masuk surga.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kandungan Hadits

1. Tahapan perkembangan janin
Hadits ini menjelaskan bahwa selama seratus dua puluh hari, janin mengalami tiga kali perkembangan. Perkembangan tersebutg setiap empat puluh hari. Empat puluh hari pertama janin masih berbentuk nuthfah. Empat puluh hari berikutnya berbentuk gumpalan darah. Empat puluh hari berikutnya menjadi segumpal daging. Setelah seratus dua puluh hari, malaikat meniupkan ruh ke dalamnya, dan ditetapkan bagi janin tersebut empat ketentuan di atas.

Perkembangan janin ini disebutkan juga di dalam al-Qur’an. Allah swt. berfirman: “Wahai sekalian manusia, jika kalian ragu-ragu terhadap hari kebangkitan, maka [ingatlah] sesungguhnya Aku telah menciptakanmu dari tanah, lalu dari setetes air, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging.” (al-Hajj: 5)
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (al-Mukminun: 12-14)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat tahapan penciptaan manusia yang ada dalam hadits di atas dan menambah tiga tahapan yang lain. Sehingga menjadi tujuh tahapan. Ibnu Abbas ra. berkata: “Anak Adam diciptakan melalui tujuh tahapan.” Lalu ia membaca ayat di atas.

Hikmah diciptakannya manusia secara bertahap, padahal sebenarnya Allah mampu untuk menciptakan secara langsung dan dalam waktu yang singkat, adalah untuk menyesuaikan dengan sunatullah yang berlaku di alam semesta. Semuanya berjalan sesuai hukum sebab akibat. Semua itu justru menandakan kekuasaan Allah yang sangat besar. Hikmah lainnya adalah, agar manusia berhati-hati dalam melakukan segala urusannya, tidak terburu-buru. Juga mengajarkan kepada manusia bahwa untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sempurna, baik dalam masalah-masalah batin maupun dhahir, adalah melakukannya dengan hati-hati dan bertahap.

2. Peniupan Ruh
Para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia seratus dua puluh hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dan ovum. Artinya, peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan penuh, masuk bulan ke lima. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu wanita yang ditinggal mati oleh suaminya menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil.

Ruh adalah sesuatu yang membuat manusia hidup. Ini sepenuhnya urusan Allah swt. sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya, “Dan mereka bertanya tentang ruh. Katakanlah, hai Muhammad, bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sangat sedikit.” (al-Isra’: 85)

3. Larangan Aborsi
Para ulama sepakat bahwa aborsi setelah ruh ditiupkan ke dalam janin adalah haram. Mereka malah menganggap bahwa aborsi adalah tindak pidana yang tidak boleh dilakukan seorang muslim, karena merupakan bentuk kejahatan terhadap manusia dalam bentuknya yang utuh. Karenanya jika dalam melakukan aborsi, janin keluar dalam keadaan hidup kemudian mati, maka dikenakan diyat (denda yang sudah ditentukan ukurannya). Jika keluar dalam keadaan mati maka dendanya lebih ringan.

Hukum ini juga berlaku untuk aborsi sebelum masa peniupan ruh. Setidaknya ini adalah pendapat hampir seluruh ulama. Karena penciptaan manusia pada dasarnya dimulai sejak sperma membuahi sel telur (ovum) sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadits Nabi, “Ketika nuthfah sudah berusia empat puluh dua hari, maka Allah mengutus malaikat untuk membentuknya, menciptakan telinga, mata, kulit, daging dan tulangnya.”

Dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam karya Ibnu Rajab, halaman 42 disebutkan bahwa wanita dibolehkan melakukan aborsi selama ruh belum ditiupkan pada janin, ia beralasan bahwa hal itu seperti azal (mengeluarkan alat kelamin laki-laki dari alat kelamin perempuan saat ejakulasi). Namun ini adalah pendapat yang lemah. Karena janin adalah cikal bakal anak, bahkan mungkin sudah terbentuk. Sedangkan dalam azal anak sama sekali belum ada, karena sel sperma tidak bertemu sel telur.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, karya al-Ghazali jilid 2 halaman 51, disebutkan : “Azal tidak sama dengan aborsi atau mengubur bayi hidup-hidup. Karena aborsi merupakan kejahatan terhadap sesuatu yang sudah ada. Kehidupan itu sendiri mempunyai beberapa tahapan. Tahap pertama, adalah bertemunya sel sperma dan ovum dalam rahim. Maka merusak hal tersebut adalah kejahatan. Jika telah berubah menjadi segumpal darah maka tingkat kejahatannya bertambah berat. Apabila sudah menjadi segumpal daging dan telah ditiupkan ruh, maka kejahatan itu semakin bertambah berat. Kemudian kejahatan yang paling berat adalah ketika janin tersebut telah lahir menjadi bayi yang bernyawa.

4. Allah Maha Mengetahui
Sesungguhnya Allah mengetahui kondisi manusia sebelum mereka diciptakan. Keimanan, ketaatan, kekufuran, kemaksiatan, kebahagiaan dan kesengsaraan, semuanya atas pengetahuan dan kehendak Allah swt. Banyak nash yang menyatakan hal ini.
Ali bin Abi Thalib ra. menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah satu jiwa yang telah ditiupkan ruh ke dalamnya, melainkan Allah telah mentapkan tempatnya, di surga atau di neraka. jika tidak, maka Allah telah mentapkan apakah ia bahagia atau celaka.” Seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulallah, jika demikian apakah kita kemudian pasrah dengan ketentuan kita?” Rasulullah menjawab: “Tidak, tapi beramallah, karena semua dimudahkan menurut ketentuan masing-masing. Orang yang ditentukan bahagia, akan dimudahkan pada amal-amal orang yang berbahagian. Sedangkan orang yang ditetapkan sengsara akan dimudahkan pada amal-amal orang-orang yang sengsara.” Lalu beliau membaca ayat: “Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik…” (al-Lail: 5-6)

Dengan demikian, maka pengetahuan Allah dalam masalah ini tidak berarti meniadakan ikhtiar (usaha) seorang hamba. Karena Allah telah memerintahkan hamba-Nya untuk beriman dan menaati perintah, juga melarang manusia dari kekufuran dan kemaksiatan, ini menunjukkan bahwa seorang hamba harus berusaha untuk mencapai apa yang ia inginkan. Jika tidak, maka perintah dan larangan Allah tersebut sia-sia belaka. Dan ini mustahil bagi Allah swt. Allah berfirman: “Demi jiwa dan penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Maka sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7-10)

5. Menggunakan takdir sebagai argument.
Allah swt. telah memerintahkan kepada kita untuk meyakini dan menaati-Nya, juga melarang kita dari kekufuran dan kemaksiatan. Itulah yang telah dibebankan kepada kita. Adapun apa yang telah digariskan untuk kita, sama sekali kita tidak mengetahuinya. Karenanya, orang-orang yang kufur dan berbuat kesesatan tidak bisa menggunakan takdir sebagai argumen kekafiran dan kefasikan mereka. Allah berfirman: “Katakanlah, wahai Muhammad: beramallah kalian semua karena Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan mengetahui amal perbuatanmu.” (at-Taubah 105)
Adapun jika ketetapan (qadla) tersebut benar-benar telah terjadi, maka diperbolehkan menggunakan takdir sebagai argumen. Karena hal ini dapat meringankan beban orang-orang mukmin. Bahwa apapun hasil yang diterima, itulah ketetapan Allah. Perlu diingat, apapun bentuk ketetapan tersebut, itulah yang terbaik bagi seorang mukmin, baik yang berbentuk kesenangan maupun yang berbentuk kesengsaraan.

6. Yang menjadi penentu adalah bagian akhir dari amal perbuatan. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya.” (HR Bukhari) artinya, barangsiapa yang telah ditetapkan Allah beriman di akhir hayatnya. Meskipun sebelumnya dia kufur dan selalu melakukan maksiat, menjelang kematiannya ia akan beriman. Ia meninggal dalam keadaan iman dan dimasukkan ke dalam surga. Demikian pula dengan orang yang telah ditentukan kafir ataupun fasik di akhir hayatnya. Meskipun sebelumnya ia beriman, menjelang kematiannya ia akan melakukan kekufurannya. Ia meninggal dalam keadaan kufur dan dimasukkan ke dalam neraka. karenanya jangan sekali-sekali tertipu dengan sikap dan perilaku manusia yang bersifat lahiriah. Karena yang paling menentukan adalah akhir hayatnya. Jangan pula kita putus asa dengan sikap dan perilaku seseorang. Karena yang paling menentukan adalah akhir hayatnya. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama berdoa semoga Allah memberikan kepada kita keteguhan hati dalam kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khatimah di akhir hayat yang baik. Amiin.

7. Nabi Muhammad saw. sering berdoa: “Wahai Dzat yang membalik-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.” Dalam riwayat Muslim, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya hati seluruh manusia berada di antara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat sekehendak-Nya.” Lalu beliau berdoa: “Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan-Mu.”

8. Ibnu Hajar al-Haitami berkata: “Sesungguhnya akhiran yang buruk diakibatkan oleh bibit keburukan yang terpendam dalam jiwa manusia, yang tidak diketahui orang lain. Kadang-kadang, seseorang melakukan perbuatan-perbuatan ahli neraka. namun di dalam jiwanya terpendam bibit kebaikan. Maka menjelang ajalnya bibit kebaikan tersebut tumbuh dan mengalahkan kejahatannya. Sehingga ia mati dengan husnul khatimah.
Abdul Aziz bin Dawud berkata: “Aku pernah hadir pada seseorang yang sedang ditalqin (dibimbing untuk mengucapkan dua kalimat syahadat), akan tetapi ia tidak mau. Lalu aku bertanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang peminum khamr.” Pada kesempatan lain, ia aberkata: “Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan manusia ke dalam su-ul khatimah (akhir hayat yang buruk)

9. Tahapan pertumbuhan janin yang dijelaskan dalam hadits ini, belum terdeteksi oleh ilmu kedokteran kecuali pada masa-masa akhir. Hal ini bukti kemukjizatan al-Qur’an dan as-Sunnah yang sangat nyata.
sekian.


disalin dari kita al-wafi(DR.Musthafa Dieb al-Bugha)

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top