Lima Fase Ummat Nabi Muhammad SAW
“Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah (Khilafah yang menempuh jejak kenabian) adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Mulkan ‘Adldlon (Kerajaan yang menggigit), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Mulkan Jabbariyah (Kerajaan yang sombong), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah (Khilafah yang menempuh jejak kenabian).” Kemudian beliau (Nabi) diam.”
(HR. Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad : IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih Hal 461. Lafadz Ahmad)
I. FASE KENABIAN (KEPEMIMPINAN PARA NABI)
Sebagai telah kita ketahui bersama bahwa salah satu amanat besar yang Allah berikan kepada manusia disamping amanat ibadah (QS. 51 : 56), adalah amanat khilafah (kepemimpinan). Sejak Nabi Adam a.s sebagai manusia dan sekaligus Nabi serta Rasul pertama, sampai Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, umat manusia senantiasa dipimpin oleh para Nabi dan Rasul Allah yang mempunyai tugas suci pembawa risalah Allah, pembimbing, pemimpin, pemberi peringatan dan kabar gembira bagi umat manusia untuk mencapai kemuliaan dan keselamtan hidup di dunia maupun akhirat. Hanya dua (2) misi utama para Nabi dan Rasul Allah dalam pemimpin umat manusia, yaitu untuk menegakkan Dienul Islam dan mencegah terjadinya perpecahan umat (QS.42 : 13-14).
Untuk menyempurnakan risala-Nya yaitu Diennul Islam yang telah disampaikan oleh para rasul terdahulu, sebagaimana yang telah Allah kabarkan dalam Tauret dan Injil, maka diutuslah seorang Hamba Allah, yang dilahirkan padahari Senin, tgl. 12 Rabi’ul Awwal Th.I Fiel atau 20 April 571 di Kota Mekah yaitu Muhammad bin Abdullah. Pada usianya yang ke-40 tahun (17 Ramdlan 41 Fiel/6 Agustus 610 M) bertempat di Gua Hira, Muhammad bin Abdullah diangkat sebagai Rasulullah dan Nabiyullah yang terakhir sampai akhir jaman (QQ. 33 : 40 ). Al Qur’an sebagai wahyu Allah sebagai syari’at (Diennul islam) untuk seluruh umat manusia sepanjang masa pun diturunkan Allah kepada Nabi Muhammmad secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Setelah Allah menurunkan QS. Al- Maidah ayat 3 sebagai sebagai wahyu yang terakhir tentang hukum/syari’at, maka sempurnalah agama dan nikmat Allah bagi seluruh alam. Tugas kerasulan yang diemban Rasulullah SAW sekitar 23 tahun, telah berakhir manakala Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil Rasulullah yang tercinta untuk pulang ke rahmatullah pada hari senin, 12 Rabi’ul awwal 11H/8 Juni 632 M, dipangkuan isterinya tercinta. Siti Aisyah r.a. dalam usia 63 tahun.
II. FASE KHILAFAH A’LA MINHAJI NUBUWAH
(Kekhilafahan Yang Mengikuti Jejak Kenabian)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كَانَتْ بَنُوْاِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الأَْنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَنَبِيَّ بَعْدِيْ وَسَيَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُوْنَ قَالُوْا فَمَاتَأْمُرُنَا قَالَ فُوْابِبَيْعَةِ الأَْوَّلِ فَالأَْوَّلِ أَعْطُوْهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّااسْتَرْ عَاهُمْ (رواه البخارى)
“Dahulu bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang nabi diganti oleh Nabi lainnya, dan sesudahku ini tiad ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami ? Beliau bersabda “Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguhnya Allah akan menanyakan apa yang digembalakannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi : IV/206)
Walaupun masa kerasulan dan kenabian telah berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW sebagai khotaman Nabiyiin, namun kepeminpinan Muslimin sebagai pengembala umat tidak boleh terputus, Muslimin harus ada yang memimpin, muslimin harus mempunyai ulil amri/khalifah/amirul mukminin. Apabila Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk ta’at kepada Allah ( Al-Qur’an), taat kepada Rasul ( As Sunnah) dan kepada Ulil Amri/amirul Mukminin (QS. 4 : 59), maka adanya ulil amri sebagai khalifah fiel ‘Ardy adalah suatu kewajiban. Apalagi Rasul mengamanatkan kepada kita sekalian dengan sabdanya:
ولايحل لرجل أن يبيع على بيع صاحبه حتى يذره ولايحل لثلاثة نفر يكونون بأرض فلاة إلا أمروا عليهم أحدهم …. (رواه احمد)
“…. Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir (pemimpin)…” (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr)
Ketika Rasulullah wafat, jenazah beliau tidak segera diurus (dibiarkan berbaring) oleh para sahabat Rasulullah SAW. Para sahabat Rasulullah bukan tidak tahu bahwa jenazah itu harus segera diurus (dimandikan, dikafani, disholatkan dan dikubur), tetapi ada syari’at yang sangat penting daan prinsif yang harus didahulukan yaitu pengangkatan khalifah/ulil amri sebagai pemimpin yang meneruskan jejak kepemimpinan Rasul, sebagaimana amanat Allah dan Rasul-Nya (keharusan adanya ulil amri/khalifah)
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a (11 – 13 H/632 –634 M)
Ketika para sahabat termasuk Umar bin Khatab merasa yakin bahwa Rasulullah SAW sudah wafat, tiba-tiba sampai berita kepada Abu Bakar dan Umar, bahwa kaum Anshor akan mengadakan musyawarah pembai’atan Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah digolongan Anshor, bertempat di Saqifah Bani Sa’idah,maka Umar dan Abu Bakar yang kemudian disusul olehAbu ubaedah menemui Kaum Anshor. Pada saat musyawarah, kaum sebagian Anshor bersi keras bahwa khalifah harus dari Kaum Anshor karena kelompok mereka lebih banyak, tetapi setelah Abu Bakar menyampaikan Ayat 100 Surat At-Taubah, bahwa Asaabukunal awalin, dan yang dahulu disebut Allah adalah Kaum Muhajirin, maka Kaum Anshor mulai sadar dan meminta calonnya dari muhajirin, Abu Bakar menyarankan agar Umar bin Khathoblah yang dibai’at, tetapi beliau menolak.
AkhIrnya dengan berbagai pertimbangan syari’at yang diisyaratkan Rasulullah ketika masih hidup, maka jatuhlah pilihan kepada Abu Bakar, maka Umar langsung membai’at Abu Bakar dan diikuti oleh semua sahabat yang hadir baik dari kaum Muhajirin maupun Anshor.
Selanjutnya Umar pergi ke Masjid dan mengmumkam kepads sseluruh muslimin untuk segera membai’at Abu Bakar.Setelah tegaknya khalifah baru segala urusan muslimin diselesaikan diantaranya pengurusan jenazah Rasulullah (Memandikan, mengkafanin, menyolatkan dan menguburkannya) jenazah Rasulullah dikuburkan pada Malam Rabu di tempat beliau meninggal (sekitar 2 hari jenazah Rasul dibaringkan karena belum diangkatnya Khalifah).
Selama kekhilafahan Abu Bakar, banyak masalah yang harus diselesaikan, diantaranya memberantas kaum pemberontak, orang-orang murtad, nabi palsu dan orang-rang yang tidak membayar zakat.Dan dimasa inilah Al-Qur’an disusun dalam satu mushaf. Kekhilafahan Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun, karena beliau dipanggil Allah (wafat) pada th. 13 H/634 M.
Khalifah Umar bin Khathab r.a ( 13 – 23 H/634 – 644 M)
Sebelum Abu Bakar wafat, beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang pengganti beliau sesudah wafat. Dalam musyawarah dicapai kesepakatan bahwa Umar bin Khathablah yang akan menggantikannya, maka Abu Bakar menulis surat wasiat Umarlah yang diangkat sebagai khalifah pengganti beliau. Maka ketika Abu Bakar wafat dibai’atlah Umar bin Khathab sebagai khalifah oleh para sahabat dan muslimin lainnya. Perkembangan dakwah muslimin pada masa khalifah Umar sangat pesat, sehingga adi daya Romawi dan Persia jatuh kepangkuan muslimin. Namun disisi lain kebencian kaum munafikin semakin besar manakala melihat pertumbuhan muslimin kian menguat dan membesar, yang akhirnya Abu Lu-Lu berhasil membunuh Khalifah Umar yang didasari kebencian dan kecemburuan yang mendalam.
Allah jualah yang membatasi kekhilafahan Umar yang hanya 10 tahun itu.
Khalifah Ustman Bin Affan r.a. (23 –35 H/644 – 656M)
Ketika Umar bin Khathab masih hidup, beliau menunjuk thaifah Syura (Majelis Musyawarah) yang berjumlah 6 orang yaitu Aburrahman bin Auf (Amir Majelis),Sa’ad bin Abi Waqosh, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Maka ketika Umar bin Khathab wafat (syahid), Thaifah Syura tersebut mengadakan musyawarah, dalam musyawarah tersebut para sahabat para prinsifnya tidak mau dicalonkan sebagai khalifah, tetapi setelah melalui proses panjang akhirnya disepakatilah Ustman bin Affan sebagai khalifah, maka terjadilah pembai’atan terhadap ustman sebagai khalifah.
Pada 6 tahun pertama, kekhilafahan Usman bin Affan berjalan cukup baik, keadaan muslimin sudah subur makmur bahkan banyak yang hidup bermegah-megah, walaupun kondisi inilah yang sangat dikhawatirkan oleh Ustman bin Affan sehingga beliau hidup sangat sederhana. Namun ketika tokoh Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’ pura-pura masuk Islam, mulailah bintik-bintik keresahan dan kekacuan timbul. Lantaran didapatkannya beberapa keluarga Ustman (Bani Umayah) diangkat menjadi para pembantu khalifah, dimanfaatkan oleh Abdullah bin Saba’ untuk mengharus Bani Hasyim dan kaum muslimin lainnya agar khalifah memecat seluruh keluarganya yang menduduki keimarahan (jabatan dalam kekhilatahan).
Kampanye anti khalifah dilancarkan terus oleh Abdullah bin Saba’ dan para munafikin (kampanye mosi tidak percaya) sampai- sampai sekitar 500 orang dari wilayah Mesir datang kepada Khalifah menuntut agar Abdullah Ibnu Abi Sarah sebagai Wali Mesir dipecat dan diganti oleh Muhammad bin Abi Bakar. Dalam suasana tegang tersebut, Marwah bin Hakam mengirim surat palsu atas nama Ustman yang isinya memerintahkan agar Abdullah Ibnu Abi Sarah membunuh Abdullah bin Abi Bakar.
Setelah diyakini oleh orang Mesir bahwa itu adalah surat bukan dari Khalifah, maka kelompok Abdullah bin Saba’ menuntuk agar khalifah mengqishosh Marwah bin Hakam atau khalifah mundur. Karena khalifah tidak bisa melaksanakan qishosh terhadap Marwah mengingat itu baru rencana pembunuhan, akhirnya kaum pemberontak menuntuk agar khalifah Ustman mundur. Hebatnya provokasi dan kampanye Abdullah bin Saba’ itulah akhirnya rumah khalifah dikepung sekitar 40 hari, dan dalam kondisi syaum, setelah sholat Ashar menjelang Maghrib rumah khalifah Ustman diserbu yang akhirnya Khalifah syahid terhunuh pedang ketika sedang membaca Al-Qur’an. Darah syahidnya pun membahasi mushaf Al-Qur’an yang beliau susun sendiri. Dimasa khalifah ustmanlah Al-Qur’an disusun beberapa mushaf untuk disebarkan ke beberapa wilayah.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. (35 – 41 H/656 –661)
Pada waktu terbunuhnya Khalifah Ustman oleh kaum pemberontak (bughot), para sahabat berkumpul baik kaum Muhajirin maupun Anshor,Thallhah dan Zubair pun hadir ditengah-tengah mereka. Thallhah dan Zubair menghadap Ali bin Abi Thalib seranya berkata :”Sesunggunya bagi manusia harus memiliki Imaam.” Maka Ali menjawab,”Saya tidak berhajat dalam urusan ini, maka siapakah yang akan kamu pilih dan kamu ridloi untuk menjadi Imaam ? keduanya menjawab, “kami tidak mempunyai pilihan kecuali Engkau.” Ali menjawab, “Jangan kamu berdua melakukannya, saya menjadi wazir (pembantu) saja dan itu lebih baik bagi saya dari pada menjadi Imaam.” Dan keduanya menjawab : “ Demi Allah, kami tidak akan mengerfjakannya hingga kami membai’at engkau.” Ali menjawab lagi : “kalau begitu di Masjid saja, karena bai’at kepadaku jangan sembunyi-sembunyi, dan tidak akan ada bai’at melainkan di majid.” Lalu mereka pun membai’at Ali sebagai khalifah, disusul oleh para sahabat lain.
Ketika Ali baru saja menduduki sebagai khalifah, Marwah bin Hakam dan Muawiyah bin Abi sofyan menuntut kepada khalifah menuntut bela atas kematian Ustman, agar Ali segera mengqishosh pembunuh ustman. Abdullah bin Saba’ memprovokasi Bani Umayah agar mengadakan pemberontakan kepada khalifah dengan mengadudombakan Bani Umayah dengan bani Hasyim, sampai-sampai Aisyah binti Abu Bakar (janda Rasulullah) terprovokasi sama-sama menuntuk Ali bahkan mengerahkan pasukan untuk menyerang khalifah Ali, maka terjadilah pertempuran parukan Ali dan pasukan Aisyah yang dimenangkan oleh Pasukan Ali, tidak kurang dari 10.000 muslimin korban, yang kahirnya Aisyah menyadari dan bertaubat serta mengakui kekhilafahan Ali. Perang tersebut dinamakan perang Jamal.
Pada th. 37 H Muawiyah bin Abi Syofian di bai’at oleh Bani Umayah sebagai khlifah tandingan, serta mengadakan penyerangan kepada Khalifah Ali,pertempuranpun tidak bisa dielakkan dan akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ali.Perang tersebut dinamakan Perang Shiffin. Setelah kalah, pihak Muawiyah meminta perundingan damai, dan khalifah Ali memunuhinya, sehingga diadakanlah perundikan yang isinya demi persatuan dan kesatuan muslimin kekhilafahan sementara diturunkan baik dari pihak Ali maupun pihak Muawiyah. Dalam pidato peletakan jabatan, Ali bin abi Thalib diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Muawiyah diwakili oleh”Amar bin “Ash. Namun ketika Abu Musa mengumumkan peletakan jabatan khalifah Ali, “Amar bin “Ash naik podium dan mengumumkan pengukuhan kekhilafaan Muawiyah. Itulah kudeta Muawiyah terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib.Dalam kondisi tersebut ada pihak yang sangat tidak setuju terhadap sikap Ali yang rela meletakkan jabatan khalifah, yaitu kaum Khawwarij sehingga mengadakan pemberontakan kepada Ali, yang akhirnya dalam usia 63 th.ketika Khalifah Ali sedang mengimami Shalat Syubuh di Masjid Kufah, Ibnu Muljam menikam Khalifah Ali. Setelah Ali syahid tgl.20 Ramadlon 40 H, sebagian msulimin Arabia, Irak dan Persia membai’at Hasan bin Ali sebagai khalifah kelima. Namun karena prihatin dengan konfliks yang terjadi ditengah-tengan muslimin, tiga bulan kemudian menyerahkan kekhilafahan itu dan membai’at Mu’awiyah.
III. FASE MULKAN ‘ADLDLON (kerajaan Yang Menggigit)
Sistem Khliafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah yang diwujudkan oleh Khulafaur rasyidin al mahdiyyin (Abu Bakar,Umar, Usman dan Ali) hanya 30 tahun, hal ini sesuai dengan prediksi Rasulullah SAW dalam sabdanya : “kekhilafahan pada umatku itu 30 tahun, kemudian kerajaan setelah itu.” (HR. Tirmidzi 4/503 dan Abu Dawud 4/211). Sejak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang tampu kekuasaan dan dipengaruhi oleh sistem pemerintahan Konstantinepal dan Persia, sistem kekhilafahan bergeser menjadi sistem kerajaan (Mulkan) dimana pengangkatan khalifah (raja) secara turun temurun (sistem keturunn) dan sebutan khalifah hanya istilah saja.
Mulkan ‘Adldlon terbagi menjadi dua periodi yaitu :
Dinasti Bany Ummayah dengan 14 dinasti (raja/keturunan) mulai dari Mua’wiyah bin Abi Sofyan tahun 40 H/660 M sampai dengan Marwah bin Muhammad 132 H/750 M atau selama 90 tahun
Dinasti Bany Ab-basiyyah dengan 37 dinasti (raja/keturunan) dimulai dari Abul Ab-bas As Safah 132 H/749 M sampai dengan Al Mu’tasim 1258 M atau selama 509 tahun
Pada masa mulkan Adldlon ini dalam kehidupan muslimin banyak tumbuh firqoh-firqoh, ada yang diakibatkan perbedaan aqidah, syar’ah, wilayah, figur pemimpin dll, sehingga perpecahan, pertikaian dan saling halalkan darah menghiasi perjalanan muslimin pada fase ini (kerajaan menggigit), sampai 2 cucu Rasulullah tewas mengenaskan oleh sesama muslim ( Hasan bin Ali wafat diracun oleh kaki tangan Mu’awiyah, Husein bin Ali dipenggal kepalanya oleh Yazid bin Muawiyah)
IV.MULKAN JABBARIYAH (Kerajaan yang Sombong)
Setelah mulkan Adldlon tumbang, kepemimpinan muslimin bergeser kepada mulkan Jabbariyah (kerajaan yang sombong) walaupun meraka itu masih menamakan diri sebagai khalifah dan gelar rajanya disebut sulthan . Pada fase ini muslimin kejayaan dan kemajuan muslimin diukur dengan keberhasilah duniawi; kemakmuran, kemewahan dan kemegahan hidup, telah menghiasi kehidupan muslimin.
Fase Mulkan Jabbariyah atau disebut juga Dinasti Turki Ustmani dimulai dari Ustman bin Er Thaghrhol (th. 1290-1326 M) sampai dengan Sulthan Muhammad VI (th.1919-1923 M) dengan 36 dinasti (raja/keturunan) atau selama 633 tahun. Pada tgl. 3 Maret 1924, Mustofa Kemal Fasha Attaturk sebagai anggota Free Masonry Gerakan Yahudi Internasional) melancarkan revolusi di Turki, yang akhirnya Dinasti Turki Ustmani tumbang, dan jadilah Turki sebagai Negara Republik. Sejak runtuhnya Sulthan Muhammad Vi, maka tidak ada lagi kepemimpinan sentral di dunia, baik dalam bentuk khalifah maupun mulkan, yang ada adalah kepemimpinan Nasionalis dalam bentuk Negara Islam.
V. FASE KHILAFAH A’LA MINHAJI NUBUWAH
(kekhilafahan yang mengikuti jejak kenabian)
Selama lebih dari 13 abad muslimin meninggalkan sistem Khilafah, alhamdulillah, hanya dengan idzin dan kehendak Allah semata, muslimin dapat menetapi kembali Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah, sebagai fase terakhir dalam sistem kepemimpinan Muslimin berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, yaitu dengan dibai’atnya Imaam Syeikh Wali Al-Fattaah sebagai Imaamul Muslimin/Khalifah fiel Ardy, pada tg. 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953. Dan ketika beliau wafat (1976 M), muslimin telah membai’at Imaam Muhyiddin Hamidy sebagai pengantinya sampai sekarang, sebelum jenazah Imaam Syeikh Wali Al-Fattah dikebumikan.
Kekhilafahan adalah satu-satunya sistem kepemimpinan muslimin yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan produk politik/ro’yu.
TAKTHIM
Sistem kekhilafahan tidak dibatasi oleh batas-batas teritotial atau kenegaraan, artinya kepemimpinan untuk seluruh muslimin di dunia.
Sistem kekhilafahan bukanlah sekedar cit-cita atau gagasan yang harus menempuh proses yang berbelit-belit dan melelahkan,apalagi sebagai ideologi yang hanya sebagai mitos, tetapi sistem kekhilafahan adalah syari’at Islam yang harus segera ditetapi/diwujudkan oleh muslimin.
Wallahu’alam bish shawwab
0 comments:
Post a Comment