Trending
Loading...
Thursday 4 September 2014

Tadabbur Surat Al-Lail (Malam): Terminal Kepuasan yang Kekal (Bagian 2)

Dua Jalan Telah Dibentangkan
             Ada dua jalan yang sama-sama terbuka. Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan tersebut. Namun, Allah tetaplah bijak dan Maha Asih. Dia menurunkan dan mengirim utusan-Nya dari kalangan manusia untuk mengingatkan mereka dan membimbing agar para manusia tidak tersesat dalam memilih jalan itu. Maka, Dia pun mengobral petunjuk-Nya. Sampai demikian pun manusia tetap saja banyak yang enggan mengambilnya.
Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk” (QS. 92: 12)
Tidaklah akan mungkin terjadi kesalahan bila seseorang mau mengikuti petunjuk Allah dengan benar. Karena Allah memiliki segalanya. “Dan sesungguhnya kepunyaan kami lah akhirat dan dunia”. (QS. 92: 13). Dunia dan seisinya Allah lah pemiliknya. Demikian pula akhirat dan semuanya yang berhubungan dengannya Allah lah yang mengendalikannya. Bila seseorang lebih memilih dunia dan menghalanginya untuk mencintai pemiliknya maka ia benar-benar akan sengsara ketika memasuki alam akhirat, saat kehidupan dunia-nya dipertanggungjawabkan dan kemudian dibalas dengan setimpal.
Pada suasana yang demikian orang-orang yang bakhil di atas akan sangat menyesali kebodohan dirinya. Padahal Allah telah benar-benar mengirim orang terbaik di antara mereka untuk menjadi pengingat yang baik. “Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala” (QS. 92: 14)
Neraka yang menyala tersebut disediakan untuk mereka yang mendustakannya. “Tidak masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka” (QS. 92:15). Orang-orang celaka itu adalah orang “yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman)” (QS. 92: 16)
Dan dengan cinta-Nya pula “kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu” (QS. 92: 17). Siapakah orang-orang yang beruntung tersebut. Yaitu orang “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”(QS. 92: 18). Ia semata mengharap mampu membersihkan jiwanya.
Dia membersihkan dirinya, juga hartanya dari sesuatu yang ia khawatirkan akan menyebabkan murka Allah juga ia bersihkan jiwanya dari sifat riya’ dan sombong yang kadang merupakan akibat bila seseorang mendapat kenikmatan berupa harta dan kedudukan di atas rata-rata sesamanya.
Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus di-balasnya” (QS. 92: 19). Dia bersedekah dan mengeluarkan hartanya dalam jalan kebaikan bukan karena sebuah balas budi yang menjadi tanggungannya atau supaya kelak jika ia dalam kesulitan akan ada balasan yang membantu mengelurkannya dari kesusahan. Atau ia berharap dengan yang lebih baik dari yang didermakannya. Kedermawanannya tersebut di-landaskan pada keikhlasan yang sangat dijiwainya. Allah menuturkannya, “Tetapi (dia mem-berikan itu semata-mata) karena mencari ridha Tuhannya Yang Maha Tinggi” (QS. 92: 20)
Dan karena ia mampu melakukan dan menunjukkan kemurnian cintanya tersebut pada pemilik dunia dan akhirat kelak ia akan puas dan takkan merasa rugi. “Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan” (QS. 92: 21) Dan kepuasan yang demikian itu bersifat kekal. Maka ia menjadi orang yang paling beruntung, sebagai balasan atas usahanya yang terus menjaga diri untuk menjadi hamba-Nya yang paling bertakwa. Dalam surat al-Fajr Allah menggabungkan dua kepuasan dan keridhaan sekaligus, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya” (QS. 89:28). Ia rela dengan janji Allah dan ia puas dengan balasan-Nya. Allah pun mencintai dan meridhainya. Sungguh sebuah puncak kepuasan yang sebenar-benarnya.
Baik itu Abu Bakar ash-Shiddiq atau pun Abu Dahdah al-Anshary juga para pengikut jejak mereka dalam kedermawanan, kelak akan benar-benar merasakan kepuasan yang tak terputus dan abadi.

Penutup
                  Itulah kemurnian amal dan kejernihan hati yang diperuntukkan hanya menghadap dan mengharap Allah semata. Yang demikian itulah yang akan membawa keuntungan yang hakiki. Tentang kemurnian amal ini ada baiknya kita simak petuah bijak Sang Guru, Ibnu Athaillah as-Sakandary,
Sebagaimana Allah tidak menyukai amal yang tidak sepenuhnya bagi-Nya, Allah juga tidak menyukai hati yang tak sepenuhnya bagi-Nya. Amal yang tidak sepenuhnya bagi-Nya tidak Dia terima, dan hati yang tidak sepenuhnya bagi-Nya tidak dipedulikan oleh-Nya”  [14].
Karena itu Allah sangat membenci orang-orang munafik, karena hati mereka tidak pernah berada ditempat yang tetap. Mereka hanya mencari kemanfaatan. Di situ ada kemanfaatan, hati mereka akan mendekat ke sana, tak menjadi soal apakah itu berlawanan dengan nurani atau tidak. Semoga Allah memberikan hati yang tetap kepada kita. Hati yang ditetapkan di jalan kebaikan dan ketaatan. Amin.
Catatan Kaki:
[1] lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M/1425 H, hlm.26;. Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir, Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar, cet.I, 2004 M/1424 H, vol.2, hlm.808
[2] lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Op.Cit, hlm. 21; Badruddin az-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Fikr, Cet.I, 1988 M/1408 H, Vol.1, hlm. 249.
[3] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ijazu al-Bayan fi Suar al-Qur’an, Cairo: Dar Ali Shabuni, 1986 M-1406 H, hlm. 299-300
[4] al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, Cairo: Darul Hadits, 2002 M-1423 H, Vol.X, hlm. 328
[5] sebagaimana pendapat Mujahid (Ibnu Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an, tahqiq: Mahmud Syakir, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Araby, Cet.I, 2001 M-1421 H, Vol. 30, hlm. 267, Al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M-1424 H, Vol.IV, hlm. 462, al-Qurthubi, Op.Cit, 10/328, Syihabuddin al-Alusy, Ruhul Maani, Beirut: Dar al-Fikr,  1997 M-1417 H, Vol. 30, hlm. 267)
[6] sebuah atsar dinukil oleh Syihabuddin Mahmud al-Alusy (Ruhul MaaniIbid. hlm. 266)
[7] Ibid.
[8] pendapat Qatadah dan al-Kalby (Al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Op.Cit. Vol. IV, hlm. 462)
[9] Ibid. hlm. 463
[10]Ruhul MaaniOp.Cit. hlm.267
[11] Ibid. hlm. 264
[12] Sebagaimana pendapat Mujahid (Jami’ al-Bayan, Op.Cit, Vol. 30, hlm. 273, Ma’alim at-TanzilOp.Cit, Vol.IV, hlm. 463)
[13] Ruhul Maani, Vol. 30, hlm. 269
[14] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab al-Hikam, Penerjemah: Dr. Ismail Ba’adillah, Jakarta: Khatulistiwa Press, Cet.II, Juni 2008, hlm. 234.


Oleh : Dr. Saiful Bahri, MA

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top