Trending
Loading...
Friday, 21 March 2014

Hadis ke 8 ( larangan membunuh muslim )


عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ
 [رواه البخاري ومسلم] 


Ibnu Umar Ra. berkata Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat. Apabila mereka telah melakukan itu berarti telah melindungi darah dan harta mereka kecuali dengan alasan yang dibenarkan Islam, sedangkan perhitungan mereka [termasuk baik atau buruk] adalah wewenang Allah swt. (HR Bukhari dan Muslim)

URGENSI HADITS

Hadits ini sangat penting, karena memuat perkara-perkara yang fundamental dari berbagai dasar Islam. Perkara-perkara tersebut adalah Syahadat, dengan meyakini sepenuhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat.

KANDUNGAN HADITS

1. Riwayat hadits
Hadits ini diriwayatkan dalam berbagai bentuk. Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat seperti shalat kami, menghadap kiblat kami, makan sembelihan kami, maka diharamkan bagi kami jiwa dan harta benda mereka, kecuali dengan ketetapan hukum Islam.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Jika mereka memenuhinya, maka mereka telah terjaga (terpelihara jiwa dan hartanya) kecuali dengan ketetapan hukum Islam, sedangkan hisabnya berada di sisi Allah.

2. Mengucapkan syahadatain
Sebenarnya, hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, seseorang telah terpelihara jiwa dan hartanya. Hal ini didasari pada apa yang terjadi di masa Rasulullah saw. Pada saat itu Rasulullah saw. menerima orang yang datang kepadanya untuk masuk Islam dengan hanya mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu mereka sudah dianggap muslim yang terpelihara jiwa dan hartanya.

Hal ini juga didukung oleh sebuah hadits shahih yang senada dengan hadits di atas. Namun tidak menyebutkan masalah shalat dan zakat. “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka berkata, ‘Saya bersaksi tiada tuhan selain Allah.’ Barangsiapa yang mengatakan, ‘Tidak ada tuhan selain Allah.’ Maka jiwa dan hartanya terpelihara. Kecuali dengan ketetapan hukum Islam. Sedangkan kejujurannya adalah urusan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sementara riwayat Muslim menyebutkan, “Sehingga mereka bersaksi tiada tuhan selain Allah, beriman kepadaku dan beriman kepada apa yang aku bawa.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Malik al-Asyja’i dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan ‘Tiada tuhan selain Allah’ dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka Allah mengharamkan jiwa dan hartanya. Sedangkan kejujurannya adalah urusan Allah.”

Bukti lainnya adalah pengingkaran Nabi terhadap Usamah bin Zaid karena membunuh orang yang mengucapkan “Laa ilaaHa illallaaH.”

Berbagai hadits di atas tidaklah bertentangan, bahkan semuanya benar. Sekedar mengucapkan syahadatain, seseorang telah terpelihara jiwa dan hartanya serta dianggap sebagai muslim. Jika setelah itu ia mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka ia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat muslim lainnya. Akan tetapi jika ia meninggalkan salah satu dari rukun Islam, dan ia didukung oleh kelompok yang kuat dan berpengaruh, maka mereka harus diperangi. Allah Ta’ala berfirman: “Jika mereka taubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka..” (at-Taubah: 5)
Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, maka mereka adalah saudaramu seagama…” (at-Taubah: 11)

Bukti lain adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. setiap hendak menyerang satu kaum. Jika beliau dan pasukannya sampai di tempat kaum yang dimaksud pada malam hari, beliau menunggu pagi dan tidak langsung menyerang. Jika terdengar adzan, beliau pun membatalkan penyerangan.

3. Perdebatan antara Abu Bakar dan Umar
Yaitu seputar keharusan memerangi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat adalah bukti bahwa dengan hanya mengucapkan syahadatain seseorang telah masuk Islam. Juga bukti bahwa memerangi orang yang menolak untuk membayar zakat, hanya bisa dilakukan ketika mereka dalam bentuk kelompok.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa setelah Nabi sawa. Wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, banyak orang Arab yang kufur. Saat itulah Umar berkata kepada Abu Bakar, “Mengapa engkau memerangi mereka [pembangkang zakat]? Padahal Rasulullah saw. bersabda: ‘Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka berkata: saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Barangsiapa mengatakan ‘Tiada tuhan selain Allah.’ Maka jiwa dan hartanya terpelihara. Kecuali dengan ketetapan hukum Islam. Sedangkan kejujurannya adalah urusan Allah.’”
Abu Bakar ra. menjawab: “Demi Allah akan aku perangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat, karena zakat merupakan hak dari harta. Siapapun yang tidak mengeluarkan zakat meskipun hanya sedikit, yang dulu mereka keluarkan kepada Rasulullah, niscaya aku perangi.” Umar berkata: “Demi Allah, saya merasa bahwa Allah telah memberi petunjuk kepada Abu Bakar untuk memerangi mereka. Dan saya melihatnya sebagai hal yang benar.”

Sikap Abu Bakar ra. dalam memerangi orang yang menolak membayar zakat adalah mengacu pada kalimat “illaa bihaqiHi”[kecuali dengan ketetapan hukum Islam]. Sedangkan Umar ra. menyangka bahwa cukup dengan dua kalimat syahadat seseorang telah terpelihara jiwa dan hartanya, yakni dengan mengacu pada keumuman bagian awal dari hadits. Namun setelah mendengar penjelasan Abu Bakar, ia pun setuju.

Bisa dipastikan, Abu Bakar dan Umar ra belum mengetahui hadits yang diriwayatkan Ibu Umar ra. yang jelas-jelas merupakan perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Bisa jadi hal itu karena disaat keduanya berdebat Ibnu Umar tidak ada disitu.

Kisa di atas juga mengisyaratkan ketinggian ilmu Abu Bakar dan kejeliannya menyimpulkan sebuah hukum. Sehingga apa yang dilakukan sesuai dengan nash, meskipun ia tidak mengetahuinya. Melalui kisah perdebatan Abu Bakar ra. dan Umar ra. di atas, bisa juga kita pahami bahwa perintah untuk memerangi orang yang tidak mau mendirikan shalat merupakan sesuatu yang disepakati oleh para shahabat ra.

Muslim meriwayatkan dari Ummu Salama ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang sewenang-wenang. Di antara kalian ada yang berdiam saja, dan ada yang mengingkari. Barangsiapa yang mengingkarinya maka ia terbebas dari dosa. Barangsiapa hanya menahan kebencian, maka ia selamat. Akan tetapi barangsiapa yang rela bahkan mengikuti, maka ia ikut menanggung dosa.” Para shahabat bertanya: “Ya Rasulallah, tidakkah kami memerangi mereka?” Beliau menjawab: “Jangan, selama mereka melakukan shalat.”

4. Hukum bagi orang yang meninggalkan semua rukun Islam
Jika mereka satu kelompok yang kuat dan berpengaruh, maka mereka harus diperangi, sebagaimana orang menolak membayar zakat dan tidak mau mendirikan shalat. Ibnu Syihab az-Zuhry meriwayatkan dari Handlalah Ibnu Abi Ibnu Asqa’ bahwa Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk memerangi manusia karena lima hal. Barangsiapa yang meninggalkan salah satu dari lima hal tersebut, maka tetap juga diperangi, sebagaimana mereka meninggalkan kelimanya. Kelima hal itu adalah:
a. Syahadatain
b. Mendirikan shalat
c. Mengeluarkan zakat
d. Puasa Ramadlan
e. Haji

Sa’id bin Jubair meriwayatkan bahwa Umar ra. berkata, “Seandainya sekelompok orang meninggalkan haji niscaya kami akan memerangi mereka sebagaimana kami memerangi mereka manakala mereka meninggalkan shalat dan zakat.”

Jika seorang muslim meninggalkan dan tidak mau melaksanakan salah satu dari rukun Islam. Menurut madzab Maliki dan Syafi’i, ia harus dibunuh, sebagai hukuman jika yang ditinggalkan adalah shalat. Sedangkan menurut Ahmad, Ishaq dan Ibnu Mubarak, ia harus dibunuh karena telah kafir.
Adapun yang menolak membayar zakat, tidak mau puasa dan menunaikan ibadah haji, menurut madzab Syafi’i ia tidak dibunuh. Sedangkan menurut Imam Ahmad –dalam pendapatnya yang paling masyhur- ia harus dibunuh.

5. Iman yang diharapkan.
Hadits ini menjelaskan bahwa iman yang diharapkan oleh syariat adalah pengakuan yang mendalam dan keyakinan terhadap rukun-rukun Islam tanpa keraguan sedikitpun. Sedangkan pengetahuan sebagai dalil bagi keimanan tersebut bukan syarat sahnya iman. Artinya seseorang hanya dituntut untuk yakin terhadap apa yang diwaha Nabi Muhammad saw. dan tidak disyaratkan untuk mengetahui dalil-dalilnya.

6. Maksud kalimat illaa bihaqqiHaa “Kecuali dengan haknya”
Dalam riwayat yang lain illaa bihaqqil islaam “kecuali hak Islam”, oleh Abu Bakar, sebagaimana kisah yang telah lalu, dipahami bahwa hal tersebut adalah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat. Sebagian ulama ada juga yang memasukkan puasa dan haji ke dalam hak tersebut. Termasuk juga perbuatan yang menjadikan jiwa seorang muslim tidak terpelihara [misalnya membunuh, zina dan sebagainya].

Lebih jelasnya kalimat “kecuali dengan haknya” bisa kita lihat penjabarannya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Jarir ath-Thabari, dari Anas ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka berkata: ‘Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah.’ Jika mereka mengatakannya maka jiwa dan harta mereka terpelihara, kecuali dengan haknya. Sedangkan kejujurannya urusan Allah.” Seorang shahabat bertanya: “Lantas apa yang dimaksud dengan haknya?” Rasulullah saw. menjawab: “Zina setelah menikah, murtad dan membunuh. Maka ia dijatuhi hukuman mati karena telah melakukan hal-hal tersebut.”

Dipertegas lagi oleh hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kecuali diakibatkan oleh salah satu dari tiga hal; orang tua yang berzina [telah menikah], membunuh dan murtad.”

7. Perhitungan di akhirat adalah urusan Allah.
Adapun ketika di akhirat maka Allah lah yang akan menghisabnya, karena hanya Allah lah yang tahu masalah isi hati. Jika seseorang ternyata benar-benar beriman maka ia pun masuk surga. Namun jika ternyata ia dusta dan keislamannya hanya pura-pura, maka ia adalah munafik dan akan bertempat di neraka yang paling bawah. Adapun tugas Rasulullah dan para da’i di dunia hanyalah mengingatkan dan menasehati.

Firman Allah yang artinya: “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. Tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. Sesungguhnya kepada kamilah kembalinya mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban kamilah menghisab mereka.” (al-Ghaasyiyah: 21-26)

Dalam sebuah hadits disebutkan: “Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk melihat hati manusia dan menyingkap batinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Memerangi penyembah berhala adalah wajib, hingga mereka masuk Islam

9. Jiwa dan harta seorang Muslim terpelihara.

disalin dari kitab (Al-Wafi; DR.Musthafa Dieb al-Bugha)

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2012 Yayasan Amal Madani - Bersama merangkai potensi umat All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top